Perlu Tingkatkan Peran Perempuan dalam Wujudkan Kebijakan Publik
JAKARTA (19 Juni): Perempuan harus mampu keluar dari stereotype yang ada saat ini, sehingga mampu lebih banyak berperan dalam mewujudkan kebijakan publik. Dorongan agar perempuan mampu meningkatkan kontribusinya di ruang-ruang publik harus konsisten dilakukan.
“Selama ini perempuan selalu dicitrakan harus menjadi manusia yang sempurna. Untuk meningkatkan perannya dalam setiap kebijakan publik, perempuan harus berani untuk menjadi tidak sempurna dengan memecahkan tembok kaca stereotype yang mengungkungnya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat menjadi pembicara kunci dalam webinar bertema Diaspora Global Aceh Revisiting Pahlawan Perempuan Aceh Dalam Kepemimpinan Perempuan, Sabtu (18/6).
Menurut Lestari yang biasa disapa Rerie, berkorban untuk menjadi manusia yang tidak sempurna dan keluar dari stereotype yang selama ini mengungkung kaum perempuan itulah, yang saat ini menjadi tantangan besar agar keterlibatan perempuan di ruang publik bisa ditingkatkan.
Perjuangan perempuan Aceh untuk berkiprah di ruang publik, ujar Legislator NasDem itu, seharusnya bisa lebih baik mengingat peran perempuan Aceh yang mengemuka di masa lalu.
Sejarah Nusantara, tambah Rerie, mencatat perempuan telah menjadi bagian dari perjuangan bangsa Indonesia. Apalagi secara khusus perempuan Aceh memiliki kedaulatan dalam kerajaan Islam antara tahun 1641-1699.
Aceh juga memiliki banyak pahlawan perempuan, antara lain Laksamana Malahayati (1550-1615), Tjut Nyak Dien (1848-1908) dan Cut Nyak Meutia (1870-1910).
Namun, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, saat ini perempuan di Indonesia masih berjuang mewujudkan peningkatan keterwakilannya di parlemen menjadi 30%.
Berdasarkan data World Bank (2019), ujarnya, Indonesia menduduki peringkat ke-7 se-Asia Tenggara untuk keterwakilan perempuan di parlemen.
Diakui Rerie, data tersebut memperlihatkan partisipasi perempuan Indonesia dalam parlemen masih terbilang rendah.
Karena itu, tegas wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, berbagai upaya untuk mendorong agar perempuan mampu keluar dari stereotype yang mengungkungnya selama ini harus terus diupayakan.
Menurut Rerie, pemberdayaan dari sisi pendidikan dan pengetahuan agar mampu membuka cakrawala berpikir para perempuan dan masyarakat harus konsisten dan masif dilakukan agar tercipta kemandirian yang sangat berguna untuk meningkatkan peran perempuan di ruang-ruang publik.(*)