a

Gobel Dorong Inovasi dan Riset Aspal Buton

Gobel Dorong Inovasi dan Riset Aspal Buton

JAKARTA (27 September): Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang), Rachmad Gobel menyatakan bahwa Indonesia harus memiliki target khusus untuk berswasembada aspal.

“Kita sudah dianugerahi kekayaan alam aspal, tapi malah disia-siakan. Kita justru jadi salah satu importer aspal terbesar di dunia,” kata Gobel di Jakarta, Selasa (27/9) seusai melakukan perjalanan dari Sulawesi Tenggara dan berbincang dengan Gubernur Ali Mazi.

Salah satu pulau di Sulawesi Tenggara yakni Buton memiliki cadangan aspal yang sangat besar di dunia. Potensinya sekitar 663 juta ton dan setelah dimurnikan bisa menghasilkan sekitar 150 juta ton. Cadangan aspal itu cukup untuk berswasembada aspal untuk 100-125 tahun.

Di dunia hanya ada sedikit negara yang memiliki kekayaan alam aspal, di antara yang besar hanya Trinidad, negara di Amerika Selatan. Walau Indonesia memiliki deposit aspal alam yang sangat besar, pada 2017 Indonesia menjadi importir aspal ke-10 di dunia (dengan nilai US$371 juta). Pada 2013 pernah mengimpor hingga US$664 juta. Sedangkan pada 2018 nilai impor aspal US$460 juta, lalu pada 2019 melejit menjadi US$550 juta, atau menjadi importir terbesar ke-5 di dunia.

Kebutuhan aspal Indonesia adalah 1,22 juta ton pada 2018 dan 1,31 juta ton pada 2019. Karena ada pandemi, kebutuhan aspal pada 2020 dan 2021 mengalami penurunan. Namun, pada tahun-tahun mendatang bisa naik lebih besar lagi sesuai kondisi ekonomi Indonesia.

Aspal impor itu berasal dari jenis aspal minyak, yaitu aspal dari residu pengilangan minyak. Aspal impor tersebut sekitar 77,39% pada 2018 dan 85,26% pada 2019. Adapun penggunaan aspal Buton, disebut asbuton, hanya sekitar 0,3%. Sisanya dipenuhi aspal minyak produksi Pertamina. Impor aspal itu terbesar dari Singapura, negeri yang tidak memiliki sumberdaya alam.

Gobel mengatakan, ada dua faktor penyebab Indonesia keranjingan impor aspal dan tidak mensyukuri karunia sumberdaya alam yang berlimpah. Pertama, sudah terbiasa dengan penggunaan aspal minyak. Hal itu terkait dengan ketersediaan barang, peralatan yang dimiliki serta cara mengerjakan dan mengolahnya.

“Padahal kita sudah memiliki aturan tentang TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri), tentang keharusan menggunakan produk dalam negeri,” tandas Legislator NasDem itu.

Adapun faktor kedua, tambah Gobel, yakni kurang gigih dalam melakukan inovasi dan riset.

“Karena itu selalu digunakan alasan bahwa kualitas asbuton lebih rendah daripada kualitas aspal minyak,” imbuh Gobel.

Padahal menurut Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo tersebut, itu hanya soal inovasi, riset, dan teknologi untuk mengolahnya. Sedangkan untuk teknologi aspal minyak, Indonesia tinggal menggunakannya karena sudah ditemukan negara lain.

“Lha yang punya aspal alam kan cuma kita dan Trinidad. Kita yang harus melakukan riset sendiri,” ujarnya.

Selanjutnya Legislator NasDem itu berpendapat, melalui inovasi dan riset pasti akan ditemukan cara untuk meningkatkan kualitas asbuton.

“Misalnya dicampur dengan bahan lain seperti karet,” katanya.

Sebagai perbandingan, Gobel menyatakan asbuton justru digunakan Tiongkok untuk membangun jalan tolnya, jalan di Kota Shanghai, dan jalan di Anhui serta jembatan yang membelah laut di Jiangsu.

“Tentu mereka sudah mengkalkulasi kualitasnya dan pasti sudah dilakukan inovasi. Sehingga tidak ada alasan bahwa asbuton hanya untuk jalan lingkungan dengan tekanan di bawah 10 ton,” urainya.

Gobel memuji kesungguhan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono yang mendorong penggunaan asbuton untuk pembangunan maupun preservasi. Hal itu dibuktikan dengan lahirnya Peraturan Menteri PUPR No18 Tahun 2018 dan Surat Edaran Menteri PUPR tertangal 30 Desember 2020 terkait Penggunaan Aspal Buton untuk Pembangunan dan Preservasi Jalan. Selain itu, pemerintah juga memiliki sejumlah peraturan tentang penggunaan produk dalam negeri maupun tentang TKDN.

“Jadi dari sisi regulasi sudah mencukupi, tinggal melaksanakannya. Tingginya ketergantungan terhadap aspal impor dan bahan baku impor sangat merugikan. Selain menguras devisa, karena sebagian besar anggaran pembelian aspal untuk infrastruktur lari ke luar negeri, juga berarti sekitar 70-85 persen dari anggaran pembelian aspal dinikmati oleh asing,” pungkas Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu lagi.

(nasihin/dis/*)

Add Comment