a

Diskusi Tentang Manajemen Konflik Berbasis Sekolah Terobosan Yayasan Sukma

Diskusi Tentang Manajemen Konflik Berbasis Sekolah Terobosan Yayasan Sukma

JAKARTA (18 Juli): Yayasan Sukma, melalui sekolah yang dikelolanya, berkomitmen mengembangkan pendidikan di sekolah yang mempromosikan perdamaian, dan kejujuran di Indonesia. Melalui berbagai program dan inisiatif, Yayasan Sukma bertujuan untuk berkontribusi pada peningkatan masyarakat Indonesia dan menciptakan komunitas yang harmonis dan inklusif.

Yayasan Sukma didirikan Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh pasca tragedi Tsunami Aceh. Baginya pasca musibah dahsyat itu membangun rumah sakit atau memperbaki ratusan atau ribuan sekolah yang rusak lebih realistis.

Surya ingin sekolah yang dibangun tak cuma menjadikan para muridnya hanya bisa baca-tulis, paham Al-Qu’ran dan cas-cis-cus berbahasa Inggris. Tetapi anak-anak di sekolah tersebut nantinya juga memahami bahwa tidak ada Indonesia kalau tidak ada Aceh.

Dalam perjalanannya Yayasan Sukma melalui Sekolah Sukma Bangsa (SSB) di Aceh dan Sulawesi Tengah pasca gempa Palu 2018, telah aktif berkontribusi dalam mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan anti-kekerasan dalam penyelesaian masalah.

Secara keseluruhan, Yayasan Sukma saat ini mengelola 11 sekolah yang tersebar di Kabupaten Pidie, kabupaten Bireuen, dan Kota Lhokseumawe, serta kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Salah satu pendekatan yang diterapkan oleh SSB adalah sistem Manajemen Konflik Berbasis Sekolah (MKBS). Tujuan dari penerapan MKBS ini adalah untuk mencegah penggunaan kekerasan dalam penyelesaian masalah, serta membentuk sikap dan perilaku damai dan non-kekerasan pada siswa.

Seperti kita ketahui saat ini Indonesia sedang dihadapkan dengan maraknya kasus-kasus perundungan (bullying) antar siswa.

Peristiwa itu tentu tidak hanya berdampak pada korban yang menderita luka fisik dan psikis, tetapi dalam beberapa kasus juga berakhir dengan kehilangan nyawa korban, salah satu contohnya terjadi di Sukabumi, di mana seorang siswa Sekolah Dasar berusia 9 tahun meninggal karena menjadi korban perundungan oleh teman sekelasnya dan kakak kelasnya di sekolah.

Melalui penerapan MKBS, Sekolah Sukma Bangsa berupaya membiasakan siswa, guru, karyawan, dan bahkan orangtua siswa untuk menyelesaikan masalah dengan cara yang damai dan menghindari perundungan terhadap sesama teman.

Sistem tersebut melibatkan pembelajaran tentang penyelesaian konflik secara konstruktif, pengembangan keterampilan sosial, dan membangun kesadaran akan pentingnya menghormati perbedaan.

Inisiatif menciptakan lingkungan pendidikan yang positif, aman, inklusif, dan mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan siswa, serta membantu mereka menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan damai itu terpotret di dalam buku berjudul “Manajemen Konflik Berbasis Sekolah: Dari Sekolah Sukma untuk Indonesia,” yang ditulis oleh Rizal Panggabean, dkk.

Buku yang diterbitkan oleh Alvabet pada tahun 2015 itu mampu memberikan wawasan dan panduan praktis bagi pihak-pihak yang tertarik untuk mengimplementasikan MKBS dalam konteks pendidikan di Indonesia.

Terobosan Yayasan Sukma tersebut juga akan dibedah lebih jauh dalam Diskusi Manajemen Konflik Berbasis Sekolah: Mencegah Timbulnya Pilihan Kekerasan yang akan berlangsung di Perpusnas RI, Selasa (18/7) mulai pukul 13:00 – 17:00 WIB.

Nantinya akan hadir sejumlah narasumber yang kompeten antara lain MPRK UGM, Direktur Advokasi dan Pemberdayaan Masyarakat Yayasan Sukma, Dody Wibowo, Yayasan Cahaya Guru, Sicillia Leiwakabessy.

Selain itu juga akan hadir Peneliti Sosiologi Pendidikan, Pusat Riset Kependudukan, BRIN, Anggi Afriansyah, dan Dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Yayah Khisbiyah, sebagai pembicara. (RO/WH)

Add Comment