Perlu Konsistensi Wujudkan Pemerataan Kualitas Pendidikan
JAKARTA (3 Agustus): Diperlukan jumlah tenaga pengajar yang kompeten serta sistem pendidikan yang memadai dan adaptif dalam upaya mewujudkan target pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) nomor 4 mewujudkan pendidikan berkualitas dan inklusif.
“Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta mempromosikan kesempatan belajar seumur hidup untuk semua orang yang merupakan SDGs No.4 sudah menjadi komitmen bersama, seharusnya secara konsisten diwujudkan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/8).
Berdasarkan laporan capaian SDGs tahun 2021 tercatat tingkat penyelesaian pendidikan di Indonesia terus meningkat. Namun, semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin rendah tingkat penyelesaian sekolah.
Hal itu dapat dilihat dari penyelesaian pendidikan pada jenjang SD mencapai 97,37%, jenjang SMP mencapai 88,88%, dan jenjang SMA hanya 65,94%.
Di samping itu, pendidikan di Indonesia masih perlu ditingkatkan sisi pengembangan kurikulum maupun kualifikasi dan kompetensi pendidiknya.
Hal itu karena guru dengan kualifikasi minimal S1/D4 baru mencapai 73,17% dan guru yang bersertifikat pendidik baru mencapai 25,76%.
Kondisi tersebut, tambah Lestari Moerdijat yang biasa disapa Rerie, harus disikapi dengan serius mengingat kualitas pendidikan yang inklusif dan merata hanya bisa dicapai bila jumlah sarana, pendidik dan kompetensinya memadai.
Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, banyak tantangan masih harus dihadapi di berbagai jenjang pendidikan.
Catatan Kemendikbud-Ristek 2022 menunjukkan Indonesia masih kekurangan 781 ribu guru. Selain itu juga tercatat 288 kecamatan di Indonesia tidak memiliki SMP dan 681 kecamatan tidak memiliki SMA.
Selain itu, tambah Rerie, penyediaan layanan pendidikan tinggi berkualitas juga masih dihadapkan pada tantangan peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengakses layanan tersebut.
Tantangan lainnya, ujar wakil rakyat dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, mengatasi ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan atau supply tenaga kerja lulusan pendidikan vokasi dengan ekspektasi industri.
Secara umum, tambah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, lembaga pendidikan vokasi dinilai belum mampu menghasilkan lulusan untuk memenuhi permintaan pekerjaan berketerampilan tinggi di pasar kerja.
Berdasarkan kondisi tersebut, tegas Rerie, upaya membangun kolaborasi yang kuat antarpemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah harus direalisasikan untuk mengakselerasi pencapaian target pembangunan berkelanjutan pada 2030, dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas dan inklusif bagi semua orang di Tanah Air.(*)