a

Yessy Ajak Petani Muda Olah Sampah Makanan Jadi Pupuk Organik

Yessy Ajak Petani Muda Olah Sampah Makanan Jadi Pupuk Organik

JAKARTA (31 Agustus): Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Yessy Melania, menyoroti isu food loss dan food waste yang tengah menjadi perhatian dunia. Besarnya jumlah sampah makanan di Indonesia menjadi indikator belum maksimalnya rantai pangan Tanah Air.

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia dengan jumlah mencapai 23-48 juta ton per tahun.

“Di satu sisi kita tengah berjibaku dengan ketahanan pangan kita sendiri, secara global kita diancam krisis pangan. Tapi di sisi lain, data yang kita terima, artikel-artikel yang kita baca tentang sampah makanan yang begitu besar. Itu membuat paradoks, jadi bertentangan,” ujar Yessy dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/8).

Food loss merupakan makanan yang mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh berbagai faktor selama proses rantai pasokan makanan sebelum menjadi produk akhir dan biasanya terjadi pada tahap produksi, pascapanen, pemrosesan hingga distribusi. Sementara, food waste merupakan makanan sisa berkualitas baik dan layak konsumsi namun kemudian dibuang atau telah kedaluwarsa.

Menurut Yessy, besarnya jumlah timbunan sampah makanan terutama dari food loss menjadi salah satu indikator belum maksimalnya rantai pangan Indonesia. Hal itu perlu menjadi perhatian lembaga yang memiliki wewenang dalam hal ketahanan pangan.

“Nah ini saya berpikir simpel. Kita juga ada persoalan pupuk langka terus. Ketika pulang ke dapil juga semua anggota akan diserang dengan pertanyaan itu. Kenapa kita tidak mencoba mengajak kawan-kawan muda yang punya potensi mengolah food loss dan food waste menjadi pupuk organik? Ini kan punya potensi besar. Kita bisa membantu meminimalisasi persoalan pupuk,” tuturnya.

Legislator NasDem dari Dapil Kalimantan Barat II (Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Sekadau, dan Melawi) itu mengakui bahwa saat ini sumber daya manusia di Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Kontribusi petani-petani muda masih minim. Bahkan banyak masyarakat yang bergelar sarjana pertanian tidak berprofesi sesuai gelar akademisnya, tetapi malah bekerja di perbankan dan perusahaan-perusahaan besar.

“Nah mungkin kita bisa maksimalkan potensi anak-anak muda ini. Apalagi di Kementerian Pertanian ada program wirausaha muda, kemudian petani magang di Jepang,” imbuhnya.

Yessy meminta pemerintah memperhatikan kurangnya sumber daya manusia di sektor pertanian, terutama petani muda. Saat ini, petani Indonesia rata-rata berusia di atas 50 tahun dan ketertarikan anak muda untuk bekerja di sektor pertanian sangat minim.

“Bukan kita menganggap petani-petani senior tidak berkontribusi maksimal, tidak. Tapi melihat urgensi sekarang sektor pertanian, kita perlu dipacu lebih. Kalau yang senior ini kita ajak berlari kencang, mereka tentu keteteran. Dengan sumber daya manusia yang sangat terbatas, saya pikir menjadi persoalan serius untuk negara kita,” pungkasnya.

(dpr.gp.id/*)

Add Comment