Taufik Berharap Agus Rahardjo Beri Penjelasan Rinci terkait Kasus KTP-E

JAKARTA (4 Desember): Anggota Komisi III DPR Taufik Basari berharap mantan pimpinan KPK Agus Rahardjo bisa menjelaskan lebih rinci kepada DPR terkait sikap Presiden Joko Widodo yang disebut mengintervensi proses hukum kasus KTP elektronik (KTP-E).

“Pernyataan Agus ini hal yang serius untuk ditindaklanjuti. Pak Agus mesti menjelaskan secara benderang soal ini jangan sampai menimbulkan asumsi-asumsi,” jelasnya, Jumat (1/12).

Legislator NasDem itu menegaskan, penjelasan yang rinci tersebut dibutuhkan untuk menemukan kebenaran. Jika itu benar maka menjadi persoalan bagi jaminan independensi KPK.

“Proses hukum tidak boleh diintervensi kekuasaan. Penegakan hukum tidak boleh berdasarkan kepentingan tertentu. Kami berharap ada penjelasan lebih lanjut dari Pak Agus,” pinta Taufik.

Sebelumnya, viral di media sosial pengakuan Agus Rahardjo terkait dirinya pernah dipanggil dan dimarahi Presiden Jokowi. Dalam potongan wawancara tersebut, Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengatakan hal itu untuk pertama kali ia ungkap ke publik.

“Saya pikir kan baru sekali ini saya mengungkapkannya di media yang kemudian ditonton orang banyak,” kata Agus.

Baca juga: Cerita dari Pencipta Logo NasDem, Begini Filosofinya

Menurutnya, kala itu ia dipanggil Jokowi yang memintanya untuk menghentikan kasus KTP-E yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto.

“Saya terus terang, waktu kasus KTP-E saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Presiden pada waktu itu ditemani Pak Pratikno (Menteri Sekretaris Negara). Presiden sudah marah, baru masuk beliau sudah ngomong, ‘hentikan!,” ungkap Agus.

“Kan saya heran, yang dihentikan apanya? Setelah saya duduk ternyata saya baru tahu kalau yang (Jokowi) suruh hentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov,” sambungnya.

Namun, Agus tidak menjalankan perintah tersebut. Pasalnya, surat perintah penyidikan (sprindik) kasus KTP-E dengan tersangka Setnov sudah terbit tiga minggu sebelum ia dipanggil.

Lalu alasan lainnya adalah saat itu KPK kala itu masih independen dan tidak ada mekanisme surat perintah penghentian penyidikan (SP3).

“Saya bicara apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu dan di KPK itu enggak ada SP3, enggak mungkin saya memberhentikan kasus itu,” ungkap Agus.

(medcom/*)

Add Comment