Moderasi Keragaman Untuk Menjaga Persatuan dan Kesatuan Umat Manusia (Bersambung)
Oleh: Habib Mohsen Alhinduan
Anggota Dewan Pakar Pusat Partai NasDem
TOPIK ini sangat menarik sekali dan sarat manfaatnya terutama bagi orang yang memiliki impian hidup damai, tenang, sejahtera dan bahagia.
Penulis menyadari begitu banyak dari kalangan budayawan, ilmuwan dan pakar sosiologi dan filsafat lainnya membahas tentang moderasi atau washatiyah yang mana istilah ini cukup dikenal, tapi masih saja ada kelompok-kelompok yang menentangnya.
Kita sadar bahwa hidup damai itu adalah ketiadaan konflik baik konflik internal (di dalam diri, konflik batin) maupun konflik eksternal (diri dengan yang di luar diri). Konflik ini muncul karena ada pikiran, ucapan maupun tindakan yang tidak selaras dengan hukum alam semesta.
Namun perselisihan dalam kehidupan itu adalah masalah yang wajar, dengan adanya keberagaman disebabkan cara berpikir dan pemahaman setiap orang berbeda, maka diharapkan perselisihan dalam berpikir mampu menciptakan kecerdasan bukan menciptakan dendam dan permusuhan.
Tugas kita sebagai makhluk Allah SWT wajib berpikir dan berusaha mencari solusinya supaya adanya keberagaman itu merupakan kudrat ilahiyah yang harus disikapi dengan sikap berpikir untuk mencerdaskan bangsa dan mampu mempersatukan dan kesatuan bangsa masyarakat Indonesia, khususnya dan bangsa dunia pada umumnya.
Di sini penulis mencoba membahas singkat dan padat tentang Moderasi (Washatiyah) Keragaman untuk menjaga persatuan dan kesatuan umat manusia.
Negara Indonesia adalah Negara Beragam (Majemuk). Marilah kita sekarang mengenal lebih dekat negara kita Indonesia dengan singkat.
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman dan kekayaan budaya, agama, suku dan bahasa yang sangat banyak, dengan memiliki kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa, maka muncullah sikap pluralisme dan multikulturasisme yang akan mewujudkan sebuah keindahan dalam persatuan dan kesatuan bangsa ini.
Luas negara kita Indonesia, panjangnya dari ujung barat hingga ke ujung timur dari Sabang sampai Merauke mencapai 5.120 kilometer kalau diperhitungkan jarak tempuhnya,seperti perjalanan seorang Indonesia naik haji dari Cengkareng menuju ke Jeddah, Saudi Arabia, dengan waktu tempuh penerbangan sekitar 10 hingga 12 jam lamanya.
Sedangkan panjang jarak dari selatan ke utara, lebih dari 1.700 km. Bayangkan, panjang pantai Indonesia sekitar 104.000 km, menduduki urutan nomor empat sebagai negara yang memiliki pantai terpanjang di dunia.
Sementara luas daratan Indonesia lebih dari dua juta kilometer, dengan luas lautan hampir tiga kali lipatnya. Artinya dua per tiga wilayah Indonesia adalah lautan.
Negara kepulauan yang luas ini menumbuhkan kesadaran bagi seluruh bangsa Indonesia untuk menjaga dan melestarikan kekayaan dan keanekaragaman dari berbagai macam suku, bahasa, agama dan budaya agar tetap hidup dan berkembang menuju ke arah kesatuan bangsa, sesuai lambang garuda yang terpampang dan tertera sebagai semboyan bangsa kita yaitu Bhineka Tunggal Ika sekalipun berbeda-beda namun tetap bersatu.
Lalu Kenapa Indonesia Disebut Negara Kepulauan?
Indonesia disebut sebagai negara kepulauan karena jumlah pulaunya sangat banyak. Berbeda negara China yang wilayahnya berupa daratan luas, wilayah Indonesia terdiri atas pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, jumlah pulau di Indonesia mencapai 17.508.
Berbeda kalau berdasarkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat bahwa jumlah pulau yang dimiliki Indonesia mencapai 17.001 pulau. Data ini lebih sedikit jika dibandingkan data sebelumnya.
Namun, satu kesamaannya adalah jumlah pulau di Indonesia sudah lebih dari 17.000. Sekalipun jumlah kepulauan di Indonesia mencapai belasan ribu jumlah pulau yang berpenghuni hanya sekitar 30%-35% saja. Pulau-pulau lainnya berupa pulau kosong tak berpenghuni.
Tidak semuanya pulau-pulau berisi penduduk ada juga pulau-pulau yang tidak dihuni oleh penduduk alias kosong dari manusia, dari banyaknya pulau terdapat lima pulau besar atau pulau utama, yakni Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua.
Selain itu, ada juga pulau atau kepulauan yang secara ukuran tidak terlalu besar tetapi sangat terkenal seperti Pulau Bali, Pulau Lombok, Pulau Belitung, Kepulauan Maluku, Kepulauan Halmahera, dan lain-lain.
Indonesia Juga Disebut Negara Kesukuan. Menurut Badan Statistik Indonesia memiliki jumlah suku sekitar 1340 suku bangsa. Data tersebut merupakan sebuah data yang dimana diambil dari oleh lembaga pemerintah itu sendiri yaitu Badan Pusat Statistik (BPS) yang dimana pengambilan data tersebut dilakukan pada tahun 2010.
Kemudian, dari jumlah total 1340 suku bangsa tersebut, suku bangsa terbesar adalah suku Jawa yang dimana terbesar di Indonesia dengan suku Jawa tersebut memiliki jumlah populasi sebanyak 41% dari jumlah populasi yang ada di Indonesia, selain itu suku Jawa biasanya berada di pulau Jawa dan juga tersebar ke seluruh Indonesia dan juga luar negeri.
Jumlah suku terbesar adalah suku Jawa, suku Sunda, suku Batak, suku Sulawesi dan suku Madura.
Ada Berapa Bahasa di Indonesia?
Di samping itu, banyak penduduk di kepulauan yang disebutkan tadi memiliki alat komunikasi dengan bahasa dan dialek berbeda dari masing-masing suku sehingga negeri kita memiliki bahasa daerah dan dialek terbesar di dunia setelah Papua Nugini sebanyak 718 bahasa daerah sedangkan Papua Nugini 840 bahasa daerah.
Informasi berdasarkan data dari Badan Bahasa Kemendikbud RI, jumlah bahasa daerah di Indonesia sebanyak 718 bahasa. Dari 718 bahasa daerah tersebut, sebanyak 90 persen tersebar di wilayah Indonesia timur. Sebanyak 428 di Papua, 80 di Maluku, 72 di Nusa Tenggara Timur, dan 62 di Sulawesi.
Begitu juga berdasarkan data dari Ethnologue tercatat bahwa negara Indonesia mempunyai 726 bahasa yang tersebar di berbagai etnis atau suku di semua daerah Indonesia.
Dari ratusan bahasa daerah tersebut, hanya terdapat 10 bahasa paling populer di Indonesia, antara lain, Bahasa Jawa, Bahasa Sunda, Bahasa Madura, Bahasa Minangkabau, Bahasa Betawi, Bahasa Musi, Bahasa Bugis, Bahasa Banjar, Bahasa Aceh, dan Bahasa Bali.
Indonesia Negara Kaya Budaya
Menurut Ralp Linton, Budaya adalah keseluruhan sikap dan pola perilaku. Serta pengetahuan, menggambarkan suatu kebiasaan yang diwariskan dan dimiliki oleh suatu anggota masyarakat maupun sekelompok anggota tertentu.
Indonesia mempunyai beraneka ragam budaya yang tersebar di berbagai wilayah. Namun, apakah pengertian budaya? Kata budaya itu sendiri adalah suatu bahasa yang berasal dari dua bahasa yakni sansekerta, dan Inggris.
Menurut bahasa sansekerta kata budaya berarti buddhayah yang artinya bentuk jamak dari kata buddhi yang berarti budi atau akal. Sedangkan menurut bahasa Inggris budaya dikenal dengan kata culture yang berasal dari bahasa latin yaitu colere yang memiliki arti yaitu mengolah atau mengerjakan.
Jadi budaya merupakan pola atau cara hidup yang berkembang oleh sekelompok orang, kemudian diturunkan pada generasi selanjutnya.
Budaya itu terbentuk dari beberapa unsur yang rumit. Diantaranya yaitu adat istiadat, bahasa, karya seni, sistem agama dan politik.
Bahasa sama halnya dengan budaya, yakni suatu bagian yang tak terpisahkan dari manusia. Oleh sebab itu, banyak dari sekelompok orang cenderung menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang diwariskan secara genetis.
Seseorang dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang memiliki budaya berbeda dan menyesuaikan perbedaan di antara mereka, membuktikan bahwa budaya bisa dipelajari.
Effat Al-Syarqawi mendefinisikan budaya dari pandangan agama Islam, Budaya merupakan suatu khazanah sejarah sekelompok masyarakat yang tercermin di dalam kesaksian dan berbagai nilai yang menggariskan bahwa suatu kehidupan harus memiliki makna dan tujuan rohani.
Jadi budaya adalah segala daya dari budi, yakni cipta, rasa dan karsa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya artinya pikiran, akal budi, hasil, adat istiadat atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar diubah.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok.
Maka dari itu disimpulkan bahwa kebudayaan itu dapat berfungsi sebagai suatu hubungan pedoman antar manusia atau kelompok, juga sebagai wadah untuk mengakurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya. Pembimbing kehidupan manusia, dan Pembeda antar manusia dan binatang.
Ada Berapa Jumlah Budaya di Indonesia?
Berdasarkan keterangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (Kemendikbud) telah mencatat, karya budaya yang telah ditetapkan menjadi warisan budaya takbenda Indonesia tercatat sejumlah 1.239 hingga 2020.
Budaya takbenda meliputi seni pertunjukkan, tradisi dan ekspresi lisan, adat istiadat, pengetahuan alam, kerajinan, dan perayaan.
Secara rinci, tahun 2013-2016 ada sejumlah 444 warisan budaya takbenda, tahun 2017 sejumlah 150, tahun 2018 sejumlah 225, tahun 2019 sejumlah 267, serta ada 153 warisan budaya takbenda di tahun 2020.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia melakukan pencatatan dan penetapan daftar warisan budaya takbenda. Per November 2022, terdapat 11.622 warisan budaya yang dicatat dan 1.728 di antaranya telah ditetapkan.
Negara Indonesia seperti yang sudah dijelaskan di atas tadi bukan hanya memiliki kekayaan alam, hutan, lautan dan pegunungan, tetapi memiliki kekayaan budaya, bahasa, suku, ras, agama serta aliran kepercayaan.
Sebagai keajaiban bagi kita dan dunia Allah SWT memberi kepada negeri kita mampu mempersatukan rakyatnya dengan berbahasa Indonesia bahasa kesatuan dan persatuan, beridiologi Pancasila, berlambang Garuda dan bersemboyankan Binneka Tunggal Ika artinya Berbeda-beda tapi tetap bersatu jua.
Berapa Penduduk Negara Indonesia?
Menurut situs statistik real time Worldometers, jumlah penduduk di dunia mencapai 8,1 miliar jiwa pada 27 Mei 2024. Pada tahun ini, laju pertumbuhan populasi di dunia sekitar 0,91% per tahun.
Sementara Indonesia berada pada peringkat ke 4 penduduk terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat yaitu 279,58 juta jiwa.
Mengacu data demografis, memang benar bahwa penduduk Indonesia mayoritas muslim saat ini mencapai 229,62 juta jiwa atau sekitar 87,2% dari total populasi Indonesia yang berjumlah 269,6 juta jiwa.
Ada 20,65 juta penduduk Indonesia yang memeluk agama Kristen hingga akhir tahun 2022. Jumlah itu setara 7,43% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 277,75 juta jiwa.
Katolik menjadi agama terbesar ketiga di Indonesia. Menurut data Kementerian Dalam Negeri RI (Kemendagri), sebanyak 8,5 juta penduduk Indonesia memeluk agama Katolik hingga akhir tahun 2022. Jumlah itu setara 3,06% dari total populasi Indonesia yang sebanyak 277,75 juta jiwa.
Dalam sensus resmi yang dilirik oleh Kementerian Dalam Negeri RI tahun 2021, penduduk Indonesia berjumlah 273,32 juta jiwa dengan 86,93% beragama Islam, 10,55% Kristen (7,47% Kristen Protestan, 3,08% Kristen Katolik), 1,71% Hindu, 0,74% Buddha, 0,05% Konghucu, dan 0,03% agama lainnya.
Sejarah Keanekaragaman Agama di Indonesia terjadi di saat para pedagang asing sebelum kemerdekaan Republik Indonesia.
Mereka berdatangan berdagang sambil menyebarkan ajaran agamanya seperti orang-orang dari India beragama Hindu mengajarkan kepada masyarakat ajaran agamanya dan begitu juga orang Eropa beragama Kristen, dan para pedagang dari Arab menyebarkan ajaran Islam bahkan menikahi warga pribumi sehingga tersebarlah ajaran Islam.
Di sini akan diperjelas lagi keberagaman Agama di Indonesia.
Asal Usul Keanekaragaman Agama di Indonesia
Keanekaragaman agama di Indonesia tercipta karena sejarah yang panjang. Sebelum kedatangan Islam, Kristen, Hindu,Budha dan Konghucu ada agama lokal jumlahnya banyak sekali.
Menurut Kuntjaraningrat, dalam bukunya Kebudayaan, Mentaliteit dan Pembangunan (1974) bahwa pernah ada di Indonesia sekitar 245 agama lokal, karena tidak diakuinya agama lokal muncul anggapan bahwa orang Indonesia tidak beragama hanya aliran kepercayaan seperti Animisme dan Dinamisme saja sebelum abad pertama.
Sementara saat ini Indonesia hanya mengakui enam agama. Di luar agama-agama itu, hanya dianggap aliran kepercayaan dan kebatinan saja, termasuk agama lokal.
Dalam buku pelajaran di sekolah disebutkan bahwa sebelum kedatangan agama-agama dari luar, hanya disebutkan aliran kepercayaan seperti Animisme dan Dinamisme saja- Dinamisme merupakan kepercayaan terhadap benda dianggap memiliki kekuatan ghaib, seperti pohon beringin, keris, patung.
Sedangkan animisme merupakan kepercayaan tentang arwah nenek moyang yang suatu saat akan menjumpai mereka. Dan totemisme percaya bahwa hewan tertentu dianggap suci, seperti ular, harimau, sapi.
Buku pelajaran sejarah yang beredar di sekolah tak menyebut dengan jelas agama-agama asli Indonesia.
Menurut pakar ahli sejarah bahwa jauh sebelum era kemerdekaan, Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan sumber daya alam yang melimpah, khususnya rempah-rempah.Hal ini membuat pedagang-pedagang dari bangsa lain, mulai dari China, India, Arab Gujarat, hingga Eropa ingin datang ke Indonesia.
Mulanya, mereka mencari sumber rempah-rempah untuk dijadikan bahan produksi, meski kemudian terjadi penjajahan karena ingin menguasai kekayaan alam Indonesia.
Selain itu, ada pula yang ingin berdagang dan mencari keuntungan saja. Namun ternyata, para pedagang dan pendatang ini juga membawa budaya mereka ke Indonesia, termasuk agama.
Agama Hindu dan Buddha misalnya, dibawa oleh para pedagang dari India yang sudah lama berdagang di Indonesia. Sementara agama Islam dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, Arab dan Persia sejak abad ke-13.
Sedangkan agama Kristen dan Katolik dibawa oleh para pendatang dari Eropah dan Konghucu dibawa oleh para pedagang dari China. Ajaran agama tersebut pun menyebar ke masyarakat hingga akhirnya ikut dianut.
Alhasil, terciptalah keberagaman agama di Indonesia.
Di era kemerdekaan, para pendiri bangsa pun mengakui adanya perbedaan agama dan keyakinan di masyarakat.
Bahkan, mereka ingin keberagaman ini menjadi identitas bangsa, sehingga dituangkan dalam Pancasila yang merupakan dasar dan ideologi Indonesia.
Hal ini pun tertuang dalam sila ke-1 Pancasila yang berbunyi ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’. Begitu pula dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945 ayat 1 yang berbunyi ‘Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa’.
Bahkan, negara memberikan jaminan terhadap keanekaragaman agama di
dalam negeri melalui UUD RI 1945 Pasal 29 yang menyatakan ‘Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu’.
Moderasi Keberagaman
Moderasi menurut bahasa Indonesia adalah mempunyai dua arti yaitu pengurangan kekerasan dan penghindaran ke-ekstreman jadi moderasi dapat diartikan sebagai Jalan Tengah.
Dalam bahasa Inggris “moderation”, yang berarti sikap sedang atau sikap tidak berlebih-lebihan.
Asal usulnya berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an, tidak kelebihan, dan tidak kekurangan, alias seimbang.
Menurut bahasa Arab washatah atau washatiyah artinya pertengahan orangnya disebut waashith, atau tawazun artinya keseimbangan bukan tasaahul (mengentengkan, terlalu mempermudah) atau tashaddud (radikal, taàshshub).
Banyak juga orang menyebut moderat artinya menghindarkan dari hal yang ekstrim, keras atau berlebih-lebihan, sementara moderasi tidak keras dan tidak ekstrim.
Perbedaan Moderasi dan Moderat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata moderasi mengandung dua pengertian yaitu 1. Pengurangan kekerasan, dan 2. Penghindaran keekstreman, sedangkan kata moderat adalah selalu menghindarkan perilaku yang ekstrem dan berkecenderungan ke arah dimensi jalan tengah.
Moderasi itu netral disaat berada dilingkungan beragam dan moderasi keberagaman adalah moderasi dalam beragama merupakan cara pandang dan perilaku dalam hal keyakinan, moral dan watak yang mengedepankan keseimbangan di tengah keberagaman dan kebhinekaan yang melingkupinya.
Seorang pakar Dr. Joni Tapingku, M.Th berpendapat bahwa kata “moderasi” memiliki korelasi dengan beberapa istilah.
Dalam bahasa Inggris, kata “moderasi” berasal dari kata moderation, yang berarti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan.
Juga terdapat kata moderator, yang berarti ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute).
Kata moderation berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” berarti penghidaran kekerasan atau penghindaran keekstreman. Kata ini adalah serapan dari kata “moderat”, yang berarti sikap selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem, dan kecenderungan ke arah jalan tengah.
Sedangkan kata “moderator” berarti orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga.
Jadi, ketika kata “moderasi” disandingkan dengan kata “beragama”, menjadi “moderasi beragama”, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.
Gabungan kedua kata itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Berarti kata “moderasi” bisa disandingkan dengan kata “beragama”, berbudaya, bahasa, maka menjadi moderasi beragama, moderasi bahasa, moderasi budaya, maka istilah tersebut berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik hidup beragama, berbudaya, berbahasa dan bersuku.
Gabungan kata moderasi kepada kata lain itu menunjuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama, budaya, bahasa dan kesukuan sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.
Membahas hakikat kata moderasi (washatiyah) menurut Prof. Dr. Muh Quraish Shihab dalam karyanya “Washatiyah wawasan Islam tentang Moderasi Beragama” perlu digarisbawahi terlebih dahulu bahwa Islam itu sendiri adalah moderasi -yakni semua ajarannya bercirikan moderasi karena itu penganutnya juga harus bersikap moderat.
Ia mesti moderat dalam pandangan dan keyakinannya, moderat dalam pemikiran dan perasaannya, moderat dalam keterikatan-keterikatannya. Begitu juga pendapat tokoh muslim Ikhwan Muslimin dalam buku tafsirnya Fi dhilalil Quran Sayyid Quthub (1902-1966M) ketika menafsirkan kandungan makna QS. AlBaqarah (2) : 143.
Berdasarkan apa yang dikemukakan tadi, tidaklah mudah mendefinisikan moderasi yang dimaksud oleh ajaran Islam akibat luasnya cakupan ajaran itu.
Apalagi istilah moderasi ini relatif baru populer, khususnya setelah menyebarnya aksi-aksi radikalisme dan ekstremisme walau washatiyah itu pada hakikatnya telah melekat pada ajaran Islam sejak disampaikan oleh Nabi Muhammad saw.
Oleh karena itu, sikap moderat dan moderasi adalah suatu sikap dewasa yang baik dan yang sangat diperlukan.
Radikalisasi dan radikalisme, kekerasan dan kejahatan, termasuk ujaran kebencian/caci maki dan hoaks, terutama atas nama agama, adalah kekanak-kanakan, jahat, memecah belah, merusak kehidupan,
patologis, tidak baik dan tidak perlu.
Istilah terutama moderasi beragama adalah merupakan usaha kreatif untuk mengembangkan suatu sikap keberagamaan di tengah pelbagai desakan ketegangan (constrains), seperti antara klaim kebenaran absolut dan subjektivitas, antara interpretasi literal dan penolakan yang arogan atas ajaran agama, juga antara radikalisme dan sekularisme.
Komitmen utama moderasi beragama terhadap toleransi menjadikannya sebagai cara terbaik untuk menghadapi radikalisme agama yang mengancam kehidupan beragama itu sendiri dan, pada gilirannya, mengimbasi kehidupan persatuan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Negara Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa dan agama bahkan budaya ( adat istiadat ) setiap warganegara Indonesia wajib memiliki sikap dan pemikiran yang moderat dengan ciri-ciri moderasi beragama yang harus dimiliki dalam diri seseorang yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan, dan menghargai budaya.
Menurut Kementrian Agama dimensi moderasi beragama adalah empat hal, yaitu komitmen kebangsaan, toleransi, anti-kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal.
Bagaimana cara menyikapi sesuatu seorang yang moderat harus mampu menunjukkan dirinya sebagai makhluk yang merasa kurang pengetahuannya, sehingga ingin tetap belajar.
Dia harus rendah hati ketika berbicara dengan orang lain. Dia tidak boleh merasa paling benar, termasuk dalam hal pemahaman keagamaan. Kemajemukan negara Indonesia ini terdiri dari ber anekaragam suku, agama, bahasa dan budaya. (WH)