Peringatan Hari Santri Nasional 2024, Teguh Juwarno Serukan Afirmasi Nyata untuk Santri
JAKARTA (22 Oktober): Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat DPP Partai NasDem, Teguh Juwarno, menegaskan pentingnya perhatian konkret dari negara terhadap para santri dalam peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober 2024. Dalam pernyataannya, Teguh menyoroti bahwa peringatan Hari Santri adalah bentuk pengakuan resmi negara terhadap peran penting pesantren dan para santri dalam pembangunan sumber daya manusia di Indonesia.
“Peringatan ini adalah langkah maju, sebuah afirmasi dari negara terhadap kontribusi santri dan pesantren. Namun, tantangan ke depan adalah bagaimana implementasi selanjutnya agar santri benar-benar menjadi sumber daya yang mumpuni dan bermanfaat besar bagi bangsa,” ujar Teguh.
Teguh juga menyoroti beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh pesantren dan santri saat ini.
Pertama, dia menekankan pentingnya integrasi kurikulum pesantren dengan pendidikan formal, yang diharapkan dapat membantu santri mengakses pendidikan yang lebih tinggi dan berkompetisi di dunia kerja.
Dia mengusulkan pelatihan guru serta kerjasama antara perguruan tinggi dan pesantren sebagai salah satu solusi.
“Masih banyak pesantren yang menerapkan kurikulum tradisional yang belum terintegrasi dengan pendidikan formal. Ini membuat santri kesulitan untuk melanjutkan pendidikan atau masuk ke dunia kerja,” jelasnya.
Kedua, Teguh juga menyoroti keterbatasan fasilitas dan infrastruktur di pesantren, terutama di daerah terpencil.
“Banyak pesantren yang masih mengalami keterbatasan sarana belajar, termasuk akses internet yang dibutuhkan untuk pembelajaran global. Ini harus menjadi perhatian serius melalui program-program di kementerian terkait,” tegasnya.
Selain itu, Teguh menekankan pentingnya pendidikan literasi digital dan teknologi bagi santri dalam menghadapi era digital.
“Kurikulum pesantren yang cenderung tradisional perlu ditingkatkan dengan literasi teknologi. Kolaborasi dengan startup atau lembaga teknologi untuk pelatihan coding dan kewirausahaan digital bisa menjadi solusi,” kata dia.
Tidak hanya itu, Teguh juga menyoroti stigma sosial yang masih ada terhadap santri, di mana mereka sering dianggap hanya memiliki keahlian di bidang agama.
“Padahal, banyak pesantren yang telah melahirkan santri-santri dengan keterampilan beragam, namun kontribusinya masih kurang terpublikasi. Ini perlu diubah agar dunia profesional bisa melihat mereka sebagai sumber daya yang kompeten,” tambahnya.
Tantangan kelima yang menurut Teguh sangat penting adalah membangun kemandirian ekonomi para santri, baik saat masih di pesantren maupun setelah mereka lulus.
Dia menekankan pentingnya pengembangan kewirausahaan di pesantren dan mengajak dunia usaha untuk lebih peduli terhadap santri.
“Santri harus mampu mandiri secara ekonomi dan bahkan bisa menjadi penggerak ekonomi di lingkungannya. Ini bisa dilakukan dengan mendorong pesantren mengembangkan kegiatan kewirausahaan,” ujarnya.
Teguh menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa peringatan Hari Santri tidak boleh sebatas seremoni belaka, tetapi harus diwujudkan dalam langkah-langkah konkret oleh negara.
“Jangan hanya merayakan, tetapi perlu ada langkah nyata dari negara untuk mendorong stakeholder, termasuk dunia usaha dan kampus, agar lebih peduli terhadap pondok pesantren dan santri. Santri adalah ujung tombak pembangunan, terutama di desa-desa, yang sangat relevan dengan visi membangun dari desa,” kata dia.
Sebagai penutup, Teguh mengingatkan bahwa pondok pesantren telah melahirkan banyak tokoh penting, tidak hanya di dunia agama tetapi juga di politik dan sektor pemerintahan.
“Pondok pesantren menanamkan nilai-nilai integritas, moralitas, dan etika, yang sangat penting dalam membangun generasi yang cemerlang. Menyongsong Indonesia Emas 2045, jangan abaikan santri dan pesantren,” demikian pungkas dia.
(RO/WH)