Asep Wahyuwijaya Dorong Penguatan Koperasi sebagai Tulang Punggung Ekonomi Rakyat
JAKARTA (7 November): Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, menegaskan pentingnya memperkuat koperasi sebagai tulang punggung ekonomi nasional.
Menurutnya, peran koperasi perlu didukung piranti regulasi yang mampu menghadapi tantangan zaman.
“Koperasi seharusnya menjadi tulang punggung (backbone) ekonomi Indonesia, sebagaimana diatur dalam Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945,” ungkap Asep dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11).
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) ini berharap konsep itu diperkuat oleh kementerian terkait melalui program yang berkelanjutan dan mendukung kemandirian ekonomi rakyat.
“Kalau kita perbandingkan dengan bagaimana keberadaan koperasi di Belanda, di sana ada koperasi milik petani yang dapat mendirikan sebuah bank bernama Rabo Bank yang kantornya bertebaran di berbagai negara. Maka semestinya Kementerian Koperasi pun memiliki konsep yang sama,” papar legislator jebolan Universitas Padjajaran, Bandung itu.
Jadi, tambah Asep, Menteri Koperasi jangan hanya berpikir menjadikan koperasi sebagai penyalur susu dan beras saja.
“Hemat saya, ini soal konsep atau paradigma yang mesti dimiliki Pak Menteri, Wamen, dan jajaran pegawai di Kementerian Koperasi, jika ingin menjadikan koperasi sebagai instrumen ekonomi kerakyatan bisa bangkit,” tegasnya.
Kang AW, begitu Asep Wahyuwijaya akrab disapa, memberi contoh ketika melihat besarnya kredit dari bank pemerintah yang jumlahnya ribuan triliun yang mestinya dapat dijadikan sebagai modal sekaligus peluang bagi koperasi untuk tumbuh dan berkembang apabila para penerima kredit itu terhimpun sebagai anggota koperasi.
“Bisa juga Kementerian (Koperasi) mengorganisir para pekerja, lalu mendirikan koperasi pekerja yang dalam kondisi tertentu bisa membantu anggotanya saat perusahaannya tutup atau terjadi pemutusan hubungan kerja, sehingga koperasi bisa menjadi jaring pengaman sosial dan ekonomi bagi para buruh,” tandas Kang AW.
Lebih lanjut, Asep mengkritisi stigma negatif yang melekat pada koperasi, terutama koperasi simpan pinjam yang sering terlibat kasus penipuan.
“Banyak kasus fraud muncul, ada koperasi yang mengumpulkan dana dengan slogan menggiurkan, namun ujung-ujungnya KUD atau ‘ketua untung duluan’, yang akhirnya berdampak pada citra negatif terhadap koperasi itu sendiri,” tegas Asep.
Lebih jauh dijelaskannya, Kementerian Koperasi seharusnya tidak hanya bereaksi saat ada masalah, seperti pemadam kebakaran. Perubahan regulasi koperasi harus segera dilakukan agar koperasi bisa kembali menjadi pilar ekonomi utama Indonesia.
“Kita harus punya regulasi yang meletakan koperasi pada marwahnya yang sesuai dengan amanat konstitusi, melindungi anggota koperasi dan bisa menyiapkan program yang berkelanjutan,” ungkapnya.
Asep menilai masalah itu bisa diantisipasi melalui penyempurnaan regulasi, khususnya UU No. 25/1992 tentang Koperasi.
Ia menegaskan, UU Koperasi yang ada sekarang sudah jadul dan tidak kompatibel dengan kondisi saat ini. Revisi UU Koperasi adalah keniscayaan.
Asep juga mengusulkan regulasi yang adaptif terhadap perkembangan, termasuk di dalamnya yang terkait dengan urgensi digitalisasi, dan sebagainya.
“Saya berharap regulasi yang lebih adaptif dan inklusif dapat segera terealisasi. Dengan pembaruan ini, stigma negatif terhadap koperasi dapat dihapus, serta marwah koperasi sebagai pilar ekonomi utama rakyat dapat dikembalikan,” pungkas Asep.
(*)