NasDem Ingatkan Reforestasi 12 Juta Hektare Harus Memiliki Sasaran Jelas
JAKARTA (20 November): Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rajiv, mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang menggagas reforestasi 12 juta hektare demi memulihkan hutan di Indonesia.
“Kami mengapresiasi rencana Presiden Prabowo yang akan melakukan reforestasi atau reboisasi besar-besaran 12 juta hektare hutan di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam Cop29 Baku Azerbaijan (UN Climate Change Conference Baku) yang dihadiri oleh Pak Menteri juga,” ujar Rajiv dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11).
Legislator NasDem dari Daerah Pemilihan Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu menjelaskan, pemulihan kondisi hutan di Indonesia akan dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto, meskipun tidak menggunakan APBN.
“Pada prinsipnya kita mengapresiasi rencana mulia ini, akan membuat hutan Indonesia pulih seperti sedia kala. Saya mendapat informasi proyek ini tidak menggunakan APBN yang saat ini sangat terbatas, meskipun kami menyadari ini adalah proses yang panjang,” ungkapnya.
Fraksi NasDem, kata Rajiv, berharap Kementerian Kehutanan memastikan prioritas sasaran wilayah yang hendak dilakukan reboisasi atau reforestasi.
“Pada catatan kami, Fraksi NasDem menilai selama ini prioritas sasaran reboisasi kurang jelas, apakah dilakukan di hutan konservasi, hutan lindung, atau hutan produksi,” ungkapnya.
Pasalnya, Rajiv menilai aktivitas reboisasi atau reforestasi dilakukan pada hutan produksi, sehingga belum tepat menuntaskan dan mengantisipasi bencana hidro metrologi.
“Padahal, bencana hidro metrologi di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh rusaknya daerah hulu, DAS (Daerah Aliran Sungai) yang pada umumnya adalah kawasan lindung, hutan konservasi, dan hutan lindung,” jelas Rajiv.
Di sisi lain, Rajiv juga meminta Kementerian Kehutanan untuk berani dan lebih tegas dalam menindak perusahaan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam, tetapi tidak melakukan upaya pemulihan kondisi hutan.
“Contoh di Provinsi Sulawesi Tengah, ada tiga perusahaan yang sudah mendapatkan SP3. Ini artinya pemerintah dianggap enteng oleh perusahaan-perusahaan. Kami meminta Pak Menteri agar kita berani, atau bila perlu kita cabut aja izin IPPKH-nya,” tegas Rajiv.
“Kementerian Kehutanan harus tegas memaksa perusahaan yang beroperasi di wilayah konsesi untuk melaksanakan kewajibannya tanpa ditawar lagi,” pungkas Rajiv.
(Safa/*)