Akhiri Pemborosan BUMN dengan Merger dan Rasionalisasi
JAKARTA (8 Januari): Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, mendukung rencana merger Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di tahun 2025. Dia juga mendorong rasionalisasi bisnis perusahaan pelat merah agar dapat semakin produktif.
“Saya sepakat merger dilakukan. Namun upaya rasionalisasi BUMN harus menyentuh hingga ke anak cucunya usahanya, juga agar bisnisnya semakin produktif, pendapatan negara semakin meningkat, dan pemborosan serta perilaku fraud yang merugikan keuangan negara dan badan usaha milik swasta pun bisa diredusir,” kata Asep Rabu (8/1/2025).
Asep mengungkapkan dampak dan manfaat penting yang muncul dari rasionalisasi BUMN setelah merger. Menurutnya, langkah tersebut perlu diambil agar dunia usaha milik swasta bisa mengakses pekerjaan secara merata di perusahaan BUMN.
“Saya pernah mendengarkan pengaduan bahwa untuk usaha pencucian AC saja, sebuah bank BUMN harus buat anak usaha sendiri, sehingga perusahaan swasta sekelas CV di kota kecil saja tidak bisa mendapatkan pekerjaan. Ada lagi, Garuda yang bikin anak usaha jualan tiket yang saat ada lelang mereka kongkalikong dalam penentuan harga tiket. BUMN membunuh usaha milik rakyat dengan uang yang didapatkan dari rakyat,” ungkap Asep.
Ia menekankan, merger atau penggabungan usaha BUMN merupakan sesuatu yang lazim di dalam dunia usaha. Merger dilakukan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan meningkatkan jumlah aset.
“Jadi sebetulnya sangat clear jika upaya tersebut dilakukan untuk hal yang sangat positif,” tegasnya.
Asep pun meminta adanya upaya restrukturisasi dan rasionalisasi bidang-bidang usaha di BUMN. Di sisi lain, dia tak menampik, salah satu pemborosan keuangan korporasi BUMN adalah kerap dibuat perusahaan anak, cucu, hingga cicit dan pembuatan bidang-bidang usaha yang sama meski dalam induk usaha yang berbeda.
“Konsekuensinya, seluruh lini usaha BUMN menggurita dan mempersempit daya saing usaha milik swasta. Potensi keuntungan negara pun hilang karena digunakan sebagai capex dan opex bagi bidang-bidang usaha yang didirikan. Hal ini tentu menjadi tindakan pemborosan, melembaganya tradisi moral hazard yang akan berdampak pada fraud di BUMN, karena terbiasa difasilitasi oleh uang negara, bukan karena perencanaan bisnis yang patut dan layak,” pungkas Asep.
(*)