Rachmat Gobel Tegaskan Koperasi Harus Jadi Kekuatan Indonesia di Pasar Global
JAKARTA (11 Februari): Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, mengatakan, koperasi bisa memperkuat Indonesia di era globalisasi sekarang ini.
“Koperasi bisa mengisi kekurangan-kekurangan yang ada yang tak bisa maksimal oleh korporasi maupun BUMN. Dengan menjadikan koperasi kuat maka akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Koperasi harus menjadi kekuatan Indonesia di pasar global,” ungkap Gobel saat membuka Focus Group Discussion di ruang rapat Fraksi Partai NasDem, Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).
Diskusi tersebut diselenggarakan untuk mendapatkan masukan dalam rangka program legislasi tentang RUU Koperasi dengan menghadirkan pembicara dari Kementerian Koperasi, Otoritas Jasa Keuangan, Forum Koperasi Indonesia, akademisi, dan DPP Partai NasDem.
Diskusi diikuti anggota Komisi VI, Komisi XI, dan Badan Legislasi DPR RI dari Fraksi Partai NasDem. Di antaranya Charles Meikyansah, Subardi, Asep Wahyuwijaya, Martin Manurung, I Nengah Senantara, Furtasan, Randy Zulmariadi, Rudi Hartono Bangun, dan Julie Sutrisno Laiskodat.
Dalam kesempatan tersebut Gobel mengatakan, selama ini negara lebih melihat peranan pemodal besar serta para pengusaha dan pemodal asing.
“Padahal, petani, nelayan, dan pelaku UMKM adalah pemodal juga. Mereka memang kecil-kecil tapi jika dihimpun melalui koperasi akan menjadi kekuatan besar. Koperasi harus menjadi kekuatan untuk memenuhi harapan rakyat. Mereka ini adanya di desa. Jadi pemodal itu bukan hanya yang besar-besar atau asing. Koperasi adalah alat pemerataan ekonomi yang efektif dan penggerak ekonomi di desa,” papar Gobel.
Namun kenyataannya, saat ini mereka belum terkoordinasi dan terhimpun dengan baik di koperasi.
“Ini salahnya di mana?” tanya Gobel.
Sebagai ilustrasi, Gobel mencontohkan bidang pertanian. Pemerintah sudah membantu petani dengan bibit, pupuk, dan alsintan. Hal itu dilakukan setiap tahun. Namun, petani tetap miskin dan tetap lemah berhadapan dengan pasar.
“Mereka terjebak kemiskinan, sehingga yang masuk tengkulak. Kemudian petani terjebak pinjol, judol, investasi bodong, bahkan perdagangan forex. Mestinya kan koperasi yang masuk agar mereka berdaya,” katanya.
Legislator NasDem dari Dapil Gorontalo itu pun mengakui saat ini ada sejumlah koperasi besar, tapi umumnya adalah koperasi simpan-pinjam. Ia berharap hadirnya koperasi petani, koperasi nelayan, koperasi produksi, dan sebagainya. Ia juga mengkritisi sikap bangsa yang menderita sindrom pascakolonial yang mempersepsikan asing sebagai solusi dan lebih baik.
“Kita jangan menghamba pada asing atau menomorsatukan modal asing. Yang nomor satu kita sendiri, kekuatan kita sendiri. Jadi, mau tidak mau koperasi harus dihidupkan. Tidak boleh tidak. Jika tidak bisa maka kementerian koperasi dibubarkan saja. Untuk apa. Di era globalisasi ini kita harus memiliki kekuatan internal dengan semangat nasionalisme melalui koperasi,” katanya.
Deputi Kelembagaan Kementerian Koperasi, Henra Saragih, mengatakan, saat ini ada 131 ribu lembaga koperasi yang hidup. Dari jumlah itu terdapat 29 juta anggota koperasi.
“Itu hanya 11% dari jumlah penduduk. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang dari 10 orang penduduk ada 4 orang yang menjadi anggota koperasi. Artinya, ada 40% warga Amerika yang menjadi anggota koperasi,” jelasnya.
Euis Amalia, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah, mengungkapkan bahwa potensi ekonomi yang bersumber dari koperasi di Indonesia nilainya mencapai Rp281 triliun.
Sedangkan Millie Stephanie Lukito, Ketua Bidang Ekonomi DPP Partai NasDem yang juga pengurus Kadin Indonesia, menyatakan kondisi koperasi di Amerika Serikat dan di Kanada memiliki akses pendanaan dari bank koperasi dan modal ventura koperasi.
Selain itu, koperasi di dua negara itu juga mendapatkan insentif pajak di sektor strategis seperti di sektor pangan dan energi. Mereka juga mendapatkan pembebasan pajak jika mendapat dana hibah. Juga mendapat bantuan dan subsidi dari pemerintah, serta diberi akses ke pasar global.
“Koperasi di Indonesia agar masuk dalam rantai pasok global, kemudahan perizinan, akses pendanaan, dan juga pembiayaan ekspor,” katanya.
(nasihin/*)