Rico Sia: Waspadai Penyalahgunaan Identitas WNI untuk Jalankan Usaha WNA
JAKARTA (18 Februari): Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rico Sia, meminta Kementerian Pariwisata mengantisipasi penyalahgunaan identitas Warga Negara Indonesia (WNI) demi menjalankan usaha yang dimiliki pengusaha asing atau warga negara asing (WNA).
“Saya mengingat kembali kunjungan ke Bali. Keluhan banyaknya orang asing yang punya usaha di Bali. Mereka mempergunakan nama dari orang Bali. Kita tidak menyalahkan mereka, karena mereka butuh uang, butuh kerja. Namun ada oknum-oknum pengusaha asing yang memakai mereka untuk kepentingan usaha,” ungkap Rico saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR dengan Sekretaris Kementerian Pariwisata, Bayu Aji, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Legislator Partai NasDem dari Daerah Pemilihan Papua Barat Daya (Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Sorong, Kabupaten Tambrauw, Kota Sorong dan Kabupaten Raja Ampat) itu mengungkapkan, para pengusaha asing tersebut mendaftarkan usahanya melalui Online Single Submission (OSS) dengan menggunakan nama warga lokal.
“Pakai nama (WNI), mengajukan ke OSS. Sistem OSS ini menurut saya juga mempunyai masalah. Tidak ada masalah dengan niat OSS itu, tapi yang mempergunakan kesempatan,” ungkapnya.
Kemudian, Rico mempertanyakan kepada Kementerian Pariwisata mengenai kemungkinan memasukkan substansi penyalahgunaan identitas WNI untuk mendaftarkan dan menjalankan usaha dari pengusaha asing agar dimasukkan ke dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Kepariwisataan.
“Apakah menurut Pak Bayu, perlu enggak dimasukkan ke dalam RUU, ke dalam DIM-nya?” tanya Rico.
Menurutnya, praktik usaha semacam itu mengganggu aktivitas pelaku usaha dalam negeri di sektor pariwisata. Untuk itu, diperlukan proteksi bagi para pelaku usaha lokal dalam menjalankan aktivitas tanpa dibayang-bayangi kekhawatiran penyalahgunaan identitas warga lokal oleh pengusaha asing.
“Mengapa saya ajukan ini, karena ini sangat mengganggu pelaku-pelaku usaha dalam negeri. Kita juga membutuhkan investasi. Namun ini harus diproteksi, jangan sampai di kemudian hari di beberapa destinasi wisata yang super prioritas banyak yang mengambil kesempatan di sana,” pungkasnya.
(Safa/*)