Syarif Fasha Pertanyakan Hasil Perdagangan Karbon di Jambi Capai Rp1,15 T
JAKARTA (25 Februari): Anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Syarif Fasha, mempertanyakan hasil perdagangan karbon di Provinsi Jambi yang mencapai Rp1,15 triliun.
“Tadi kami melihat, bahwa Provinsi Jambi ada kompensasi US$70 juta, berarti ada Rp1,15 triliun. Uangnya ada enggak itu, Pak?,” tanya Syarif saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI dengan Deputi Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2025).
Legislator Partai NasDem dari Daerah Pemilihan Jambi itu mengungkapkan, perlu kepastian keberadaan hasil karbon yang diperoleh Provinsi Jambi. Pasalnya, peluang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berasal dari sektor perdagangan karbon sangat kecil.
“Kami berpikir kalau berharap dengan APBN, itu nonsense, kecil sekali kemungkinan. Pertanyaannya, ke mana uangnya? Apakah betul-betul ada US$70 juta itu atau cuma tulisan saja?” tegas Syarif lagi.
Menurutnya, Kementerian Lingkungan Hidup mesti segera melakukan koordinasi dengan seluruh kepala dinas kabupaten, kota, hingga provinsi dalam memetakan dan mengorganisasi perdagangan karbon.
“Saran kami kepada deputi, segera kumpulkan semua kepala dinas kabupaten/kota dan provinsi sebagai koordinator, untuk mengorganisir perdagangan karbon, karena mereka lebih paham,” paparnya.
Di sisi lain, Syarif juga menyerap aspirasi dari sejumlah kepala dinas di daerah pemilihan Jambi yang meminta penjelasan tentang keharusan penyediaan hutan sebagai sumber karbon bagi para pelaku usaha minyak, gas, dan pertambangan.
Terutama, mempertanyakan kompensasi yang akan diterima dan klausul perhitungan yang lebih detail dalam memetakan perdagangan karbon.
“Saya berasal dari Jambi, ada Taman Nasional Bukit Duabelas, Berbak, dan barusan ketika saya kunjungan dapil, banyak kepala dinas kabupaten/kota ingin bertemu dengan kami. Adanya peraturan yang mensyaratkan pelaku usaha migas atau pertambangan menyiapkan hutan untuk sumber karbon mereka. Apabila mereka tidak bisa menyiapkan itu maka mereka bisa, apakah pemda ada hutannya, ada seperti kompensasi,” ujar dia.
“Pertanyaannya, cara menghitung dan siapa buyer-nya nanti? Apakah sudah ada daerah, pemerintah daerah yang dapat kompensasi pembayaran karbon ini?”
(Safa/*)