Dorong Pemberantasan Korupsi Fokus pada Pengembalian Kerugian Negara
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (10 April): Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mendukung sikap Presiden Prabowo Subianto yang menolak koruptor dihukum mati karena dinilai bertentangan dengan HAM.
“Saya dukung Pak Presiden Prabowo bahwa UU kita enggak mendukung ada hukuman mati. Napi narkoba dan teroris aja enggak bisa semua dihukum mati,” kata Sahroni, Rabu (9/4/2025).
Sahroni mendorong agar koruptor mengganti kerugian negara, sebagai ganti hukuman mati. Masalah itu juga sudah dia jelaskan dalam disertasi program doktornya.
“Disertasi doktor saya memakai judul ultimum remedium, fokus pada pengembalian kerugian keuangan negara,” kata Sahroni.
Disertasi Sahroni di Universitas Borobudur berjudul ‘Pemberantasan Korupsi melalui Prinsip Ultimum Remedium: Suatu Strategi Pengembalian Keuangan Negara’.
Dia mencontohkan metode mengganti kerugian negara berdasarkan prinsip ultimum remedium, jika ada koruptor menyebabkan kerugian negara Rp300 miliar, maka dia harus mengganti sesuai kerugian ditambah denda.
“Jadi prinsip disertasi saya adalah fokus pada kerugian negara. Misalnya korupsi Rp300 miliar, nah kalau dia mau kembalikan Rp300 miliar disertai membayar denda, maka bisa dibebaskan, tuntutannya hilang. Tapi harus kembalikan kerugian negara dan bayar denda,” jelas Sahroni.
Mengenai besaran denda, Sahroni mengatakan masalah itu harus diatur dalam undang-undang. Pembayaran denda bersifat wajib sebagaimana masyarakat membayar pajak.
“Denda itu nanti diatur di UU dan sifatnya seperti bunga bank, dia dikasih waktu buat membayarnya. Misalnya bayar denda satu tahun, kalau telat bayar, denda akan naik. Kalau enggak dikembalikan kerugian negara, segera dipenjara saja seumur hidup,” jelasnya.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu mengatakan, masalah tersebut juga akan bersinggungan dengan UU No. 20/2001 tentang Tindak Pidana Korupsi yang perlu direvisi agar pengembalian denda bisa berjalan.
“Harus revisi UU-nya, karena apa yang diinginkan Presiden kan kembalikan kerugian negara. Beliau beberapa kali minta kembalikan kerugian negara, maka kita harus lakukan perubahan UU Tipikor,” lanjutnya.
Pengembalian kerugian negara, kata dia, harus menjadi fokus utama karena sesuai keinginan Presiden Prabowo. Jika hanya memasukkan koruptor ke dalam penjara, tidak akan mengembalikan kerugian negara dan justru membuat kapasitas lapas semakin penuh.
“Jadi saya sama kayak Pak Prabowo, kita tolak hukuman mati, dorong dan fokus pada pengembalian keuangan negara,” tukas Sahroni.
(Yudis/*)