Martin Nilai Kebijakan Tarif Trump Bisa Jadi Bumerang

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (17 April): Ketua Kelompok Fraksi (Kapoksi) Partai NasDem Komisi XI DPR RI, Martin Manurung, menilai penaikan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, adalah langkah yang tidak masuk akal.

“Nah, jadi saya pikir, apa ya, tidak masuk akal kebijakan dari Trump itu,” kata Martin dalam diskusi daring dengan tema ‘Dampak Trump Reciprocal Tariffs terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (16/4/2025).

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu mengatakan, percaturan ekonomi dunia sudah sangat berubah. Amerika kini bukan negara unilateral atau satu-satunya yang mengendalikan roda ekonomi dunia.

“Pada akhirnya akan dimentahkan sendiri oleh realitas yang harus dihadapi, karena keunggulan satu bangsa bukan keunggulan absolut. Dia itu keunggulannya komparatif. Bahkan, pemikiran terbaru sudah mengatakan keunggulan kompetitif,” kata Martin.

Saat ini sudah banyak kekuatan atau blok ekonomi baru yang tumbuh di berbagai belahan dunia. Sebut saja Tiongkok dan ASEAN yang tumbuh pesat, salah satunya manufaktur.

“Amerika Serikat juga bukan lagi perekonomian yang unilateral, kuat sendirian. Ini beda dengan masa perang dingin, atau mungkin setelah jatuhnya Soviet, di mana kekuatan Amerika itu sangat dominan,” tandasnya.

Selain itu, Amerika Serikat juga sudah berpuluh tahun menghadapi deindustrialisasi. Industri Negeri Paman Sam kini lebih condong pada sektor jasa. Maka dari itu, kurang tepat jika Amerika ingin kembali membangun industri, terutama manufaktur.

“Jadi ini terbukti dari sisi data misalnya, kontribusi dari manufaktur terhadap PDB Amerika itu secara terus- menerus turun dan sekarang tinggal 11%. Lapangan kerja perindustrian Amerika juga sudah turun,” jelasnya.

Langkah menaikkan tarif impor juga akan menjadi bumerang bagi Amerika sendiri. Rantai pasok dalam negeri akan terhambat mengakibatkan inflasi dan kenaikan harga.

“Jadi kalau saya lihat, kebijakan itu lebih sebagai alat negosiasi Amerika untuk ngajak perekonomian negara lain untuk duduk bersama aja,” ujarnya.

(Yudis/*)

Add Comment