Banyak Keluhan Pelaku Usaha Sawit terkait Regulasi yang Dinilai Hambat Ekspor
Getting your Trinity Audio player ready...
|
PALEMBANG (18 Mei): Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fauzi Amro, mengungkapkan banyak pelaku usaha sektor sawit menyampaikan keluhan atas beragam hambatan regulasi yang mereka hadapi dalam memanfaatkan fasilitas Pusat Logistik Berikat (PLB), terutama terkait ekspor produk turunan sawit.
“Komisi XI DPR menerima banyak aspirasi dari eksportir terkait kendala teknis maupun kebijakan yang dinilai tidak sinkron antarinstansi. Aspirasi ini akan kami bawa ke pusat sebagai bagian dari evaluasi dan penyempurnaan kebijakan,” ungkap Fauzi saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XI DPR ke Sumatra Selatan, 16–18 Mei 2025.
Keluhan yang muncul antara lain terkait kebijakan Permenperin No. 32/2024, yang menetapkan bahwa produk dengan kadar Asam Lemak Bebas (ALB) di atas 20% dikategorikan sebagai High Acid Palm Oil Residue (HAPOR). Kategori itu berdampak langsung pada pengenaan tarif pungutan ekspor sebesar 7,5% sesuai PMK No. 62/2024.
Menurut pelaku usaha sawit, hal itu sangat memberatkan. Produk yang dulunya bisa diekspor dengan lancar, sekarang harus menunggu verifikasi dan membayar beban tambahan.
Selain itu, sistem karantina yang belum sepenuhnya terintegrasi dengan Indonesia National Single Window (INSW) juga menjadi sorotan. Beberapa eksportir mengeluhkan keterlambatan pengurusan sertifikat, antrean dokumen, hingga ketidakpastian waktu pengapalan.
Agus Yulianto, Kepala Kanwil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Sumatra Bagian Timur, mengakui masih adanya tantangan teknis di lapangan namun menegaskan komitmen untuk terus memperkuat layanan dan pengawasan.
“Kami akan terus menjadi fasilitator antara dunia usaha dan instansi teknis agar proses logistik tetap efisien dan adil,” ujar Agus.
Dari sisi kinerja, DJBC mencatat penerimaan Rp1,32 triliun hingga April 2025, atau 113,05% dari target. Sementara neraca perdagangan Sumsel juga mencatat surplus US$2,29 miliar. Namun, Komisi XI menilai capaian itu belum cukup jika para pelaku usaha masih terkendala di lapangan.
“Sudah saatnya semua kementerian duduk bersama untuk memastikan tidak ada regulasi yang saling bertabrakan,” tegas Fauzi.
Komisi XI, katanya, berkomitmen menjadikan evaluasi itu sebagai bahan untuk mendesain kebijakan yang lebih kontekstual dan berpihak pada dunia usaha, khususnya sektor sawit yang merupakan penyumbang devisa strategis nasional. (RO/*)