NasDem Jabar Dorong Sekolah Swasta tanpa Pungutan untuk Tingkatkan Daya Tampung
Getting your Trinity Audio player ready...
|
BANDUNG (20 Mei): Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari Fraksi Partai NasDem, Mamat Rachmat, menggelar Sosialisasi Peraturan Daerah No.5 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pendidikan di RW 02, Kelurahan Cipaganti, Kota Bandung, Senin (19/5/2025).
Dalam kegiatan tersebut, Mamat tidak hanya menyampaikan isi peraturan, tetapi juga menyerap langsung aspirasi warga, terutama terkait tantangan akses pendidikan menengah.
“Saya akan menjalankan tugas saya menyebarluaskan Perda No.5 Tahun 2017. Tapi yang lebih penting bagi saya hari ini adalah menyerap langsung aspirasi dari masyarakat,” ujar Mamat.
Perda No.5 Tahun 2017 menjadi landasan penyelenggaraan pendidikan di Jawa Barat. Aturan itu mencakup pemerataan akses pendidikan, peningkatan mutu, serta pelibatan masyarakat dalam pembangunan sektor pendidikan. Mamat menilai, implementasi perda ini harus disertai dengan dialog langsung antara wakil rakyat dan masyarakat.
Ia menyoroti hambatan komunikasi antara warga dengan pemerintah, khususnya di tingkat kelurahan, yang kerap memperlambat penyampaian aspirasi. Karena itu, dirinya hadir langsung untuk menjembatani kebutuhan warga kepada pengambil kebijakan.
“Saya punya otoritas untuk menyuarakan ini ke rapat paripurna. Kalau ibu-ibu bicara di kelurahan bisa terpotong atau lama prosesnya. Tapi saya bisa bawa langsung ke provinsi,” tegasnya.
Isu utama yang mengemuka dalam pertemuan ini adalah proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang SMA/SMK, yang berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi. Mamat mencontohkan ketimpangan daya tampung sekolah negeri di Kota Cimahi.
“Sebagai contoh, di Kota Cimahi, dari sekitar 30 ribu calon siswa SMA, hanya sekitar 10 ribu yang bisa tertampung di sekolah negeri. Artinya, sebanyak 20 ribu siswa harus melanjutkan ke sekolah swasta. Namun, tingginya biaya pendidikan menjadi kendala utama,” paparnya.
Kesenjangan daya tampung ini, menurut Mamat, juga terjadi di berbagai kota lainnya di Jawa Barat. Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah provinsi tengah menyiapkan skema dukungan terhadap sekolah swasta, agar mampu menyelenggarakan pendidikan tanpa pungutan seperti di sekolah negeri.
“Pemerintah berpikir ulang. Kalau tidak bisa bangun negeri, maka swasta harus dibuat setara, bisa gratis, tanpa pungutan. Ini sedang disiapkan secara bertahap,” jelasnya.
Selain itu, kendala pembangunan SMA/SMK juga dipengaruhi sulitnya ketersediaan lahan di sejumlah wilayah. Harga tanah yang tinggi menjadi hambatan utama dalam pembangunan sekolah baru.
Mamat juga menyampaikan bahwa pemerintah provinsi berencana menambah ruang kelas baru serta memperluas jalur masuk sekolah melalui sistem zonasi, jalur aspirasi, dan tes seleksi, guna menciptakan pemerataan akses pendidikan.
“Ini proses panjang, mungkin 1–2 tahun ke depan. Tapi ini sudah menjadi prioritas. Saya terus dorong ke dinas dan pemerintah provinsi,” katanya.
Ia juga menyoroti rendahnya angka keberlanjutan pendidikan dari SMP ke SMA di Kota Bandung, yang menurutnya belum mencapai 50%.
“Ini PR besar buat kita semua. Jangan sampai ada yang tidak sekolah. Kalau ada persoalan, sampaikan saja. Saya akan bantu dorong agar tidak ada anak-anak yang putus sekolah,” pungkasnya.
(VC/WH/KL)