Koperasi Merah Putih Harus Tumbuh Bottom Up bukan Top Down

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (26 Mei): Anggota Komisi VI DPR RI, Asep Wahyuwijaya, mengingatkan pemerintah agar hati-hati dalam menjalankan program Koperasi Desa Merah Putih. Koperasi mestinya tumbuh dari masyarakat itu sendiri.

“Mereka (koperasi) harus tumbuh alami, mereka otonom, kontrolnya sangat demokratis, dan seterusnya. Jadi dia bottom up, tidak top down,” ujar Asep dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (26/5/2025).

Asep mengatakan, instruksi Presiden Prabowo sangat jelas terkait pemberdayaan masyarakat yang dilatarbelakangi oleh satu kesadaran yang kuat. Hal itu harus terkonfirmasi dan sesuai dengan spirit berdirinya sebuah koperasi.

“Kalau kita bicara pada spiritnya, koperasi itu sadar, sukarela, melawan, perlu senjata meraka patungan. Wajib ada sukarela,” imbuhnya.

Jangan sampai pemerintah hanya terkesan memberikan modal pada koperasi, padahal tidak berbasis kebutuhan. Menurutnya, hal tersebut sudah menyalahi prinsip sukarela.

“Pak Menteri, secara kualitatif sudah mengukur belum, sudah melakukan mapping belum? Dari sekian puluh ribu (koperasi) itu bukan hanya soal cangkang atau bungkus, tapi soal bahwa sudah ada dalam ekosistem masyarakat itu satu spirit, di mana mereka perlu koperasi itu,” tandasnya.

Asep memperingatkan agar pemerintah tidak fokus terhadap jumlah koperasi yang akan digarap. Perlu ada kajian teknokratik dari Kemenkop, koperasi mana terlebih dahulu yang akan dibesarkan.

“Jadi supaya clean and clear, sehingga yang terbangun suatu kesadaran, karena ada role model-nya, ada presedennya. Jadi harus kemudian disebarkan informasi ini lebih luas lagi. Jangan kemudian yang diramaikan itu katanya bagi-bagi duit bantuan. Ini kemudian diskusi tidak berjalan, karena mestinya tumbuh dari bawah,” tandasnya.

Pada prinsipnya, Asep meminta agar ruang publik dibuka agar masyarakat melakukan perlawanan dengan cara membuat asosiasi ekonomi di bawah.

“Bentuknya bisa beragam, berbagai macam, tidak homogen, model bisnisnya, jenis bisnisnya, tidak hanya kemudian membuka toko kelontong,” tandasnya.

Asep juga tidak ingin ada kekerasan finansial yang dilakukan pemerintah kepada Bank Himbara. Jangan sampai Himbara dipaksa meminjamkan modal untuk koperasi yang baru saja berdiri dan belum mempunyai usaha yang jelas.

“Tiba-tiba mereka bikin koperasi, baru bikin tiba-tiba bikin proposal, belum ada usahanya. Pertanyaan saya, itu bankable enggak? Pasti tidak. Ada cerita bumdes misalkan, pernah juga mereka bikin kosipa (koperasi simpan pinjam), bangkrut mereka. Karena pakai uang negara. Ditelan juga sama mereka,” ujarnya.

Asep berharap pemerintah fokus pada koperasi yang memang sudah berjalan dan memiliki inti bisnis. Selain itu, edukasi terkait kelompok ekonomi masyarakat jauh lebih penting ketimbang bantuan permodalan.

“Kalau tiba-tiba dikucurkan uang, itu bisa jadi masalah. Soal itu barangkali penting diungkap ke publik agar centang-perenang urusan Koperasi Desa Merah Putih itu jelas. Bunganya, benefitnya, kelebihannya apa? Bagaimana ini bisa menjadi instrumen strategis buat mereka agar mereka bisa berkembang,” tukasnya.

(Yudis/*)

Add Comment