Sahroni Desak Polisi Segera Selidiki Restoran Ayam Goreng Widuran Solo
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (27 Mei): Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menyoroti kasus penggunaan bahan makanan mengandung babi di Restoran Ayam Goreng Widuran, Solo, Jawa Tengah. Polisi diminta segera bertindak menyelidiki kasus tersebut.
“Ini disayangkan sekali. Padahal tidak apa-apa bila mereka mau berjualan makanan nonhalal, asal jujur dari awal dan umumkan dengan jelas bahwa dagangan mereka nonhalal. Itu sangat boleh,” kata Sahroni, Selasa (27/5/2025).
Restoran yang sudah berdiri sejak 1973 itu sebelumnya menuai kritik dari netizen lantaran menjual makanan tidak halal. Salah satu bagian makanan yang dijual yakni kremesan ayam goreng ternyata dimasak menggunakan minyak babi. Pihak manajemen pun meminta maaf kepada pelanggan secara terbuka melalui media sosial.
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu mempersoalkan ketidakjujuran pemilik restoran terkait produk nonhalal yang dijual.
“Yang jadi masalah kan mereka tahu konsumennya banyak yang muslim, berjilbab, tetapi tidak diumumkan. Baru bilang (nonhalal) setelah viral,” ujar Sahroni.
Ia meminta polisi membuka penyelidikan mengenai adanya potensi unsur kesengajaan dari pemilik usaha dalam kasus tersebut.
“Sudah 50 tahun lebih praktik seperti itu. Jadi, sulit diterima kalau kita anggap tidak ada kesengajaan dari pihak restoran. Menurut saya, ini bisa masuk ranah pidana penipuan terhadap konsumen. Saya minta polisi untuk segera bertindak,” tegasnya.
Dia mengatakan, penggunaan produk nonhalal tanpa pemberitahuan, telah merugikan konsumen beragama Islam.
“Karena ini bisa dibilang penipuan yang sangat fatal bagi konsumen muslim. Ketua PP Muhammadiyah pun sudah menyebut ini ada unsur pidananya,” ujarnya.
Menurut Sahroni, bila pelaku usaha sengaja tidak memberitahukan ketidakhalalal produk hanya demi keuntungan bisnis, maka penjualnya telah berbuat culas.
“Ini sangat culas dan wajib diberi tindakan hukum. Polisi juga harus bekerja sama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) untuk pastikan restoran nonhalal lainnya agar jujur mengumumkan status makanan yang diual. Tidak masalah kok, mereka mau jualan apa pun, asal jujur!” tandas Sahroni.
(Yudis/*)