Pendidikan Dasar Gratis adalah Tonggak Menuju Keadilan Sosial

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (3 Juni): Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru, menyambut gembira putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewajiban negara untuk menyediakan pendidikan dasar dari SD hingga SMP secara gratis, baik di sekolah negeri maupun swasta.

“Ini adalah tonggak penting dalam perjalanan panjang menuju keadilan sosial di bidang pendidikan,” kata Ratih dalam keterangan tertulis, Selasa (3/6/2025).

Putusan MK tersebut membawa harapan baru bagi jutaan anak Indonesia, khususnya mereka yang selama ini terpaksa memilih sekolah swasta bukan karena preferensi, melainkan karena keterbatasan daya tampung di sekolah negeri.

Namun, kata Ratih, semangat keadilan itu harus segera diikuti oleh langkah-langkah konkret dari pemerintah. Dia mendorong pemerintah pusat dan daerah segera mengkaji secara menyeluruh putusan MK tersebut.

“Lalu menyusun kebijakan yang jelas dan operasional, terutama dalam hal pembiayaan dan pengawasan,” tandasnya.

Menurut Ratih, salah satu hal yang paling mendesak adalah menetapkan batasan yang transparan dan terukur mengenai kategori sekolah swasta yang tetap diperbolehkan menarik biaya dari peserta didik.

“Hal ini penting untuk mencegah penyimpangan tafsir dan ketidakpastian hukum di tingkat pelaksana,” imbuhnya.

Legislator Partai NasDem itu memahami adanya sekolah-sekolah swasta yang memang menjalankan kurikulum khusus, seperti kurikulum keagamaan atau internasional, serta memiliki orientasi layanan yang berbeda dari sekolah negeri. Terhadap sekolah seperti itu tentu pendekatannya tidak bisa disamakan.

Namun, imbuhnya, perlu penegasan dan keterbukaan agar masyarakat dapat membedakan antara sekolah swasta yang memang didasarkan pada pilihan sadar peserta didik dengan sekolah swasta yang selama ini menjadi ‘pelarian’ karena keterbatasan akses ke sekolah negeri.

Di saat yang sama, Ratih mengajak pemerintah untuk mengevaluasi secara serius praktik-praktik pungutan di sekolah, termasuk di sekolah negeri.

Meski sering kali dibungkus dalam istilah partisipasi masyarakat atau sumbangan sukarela, dalam praktiknya kerap menimbulkan beban psikologis dan finansial bagi orangtua murid.

“Dalam hal ini, kebijakan perlu dibuat dengan hati-hati, tanpa mematikan semangat gotong royong serta tetap menjamin bahwa akses terhadap pendidikan dasar yang layak benar-benar bebas dari pungutan yang bersifat wajib atau memaksa,” ujarnya.

Lebih jauh Ratih menegaskan, putusan MK juga harus menjadi momentum untuk memperbaiki tata kelola anggaran pendidikan. Pemerintah harus memastikan bahwa dana pendidikan digunakan secara efektif dan merata, termasuk untuk mendukung sekolah swasta yang memang melayani masyarakat kurang mampu.

“Skema seperti Biaya Operasional Sekolah (BOS ) dan bantuan operasional lainnya perlu diperluas cakupannya dan disesuaikan dengan realita di lapangan,” tandasnya.

Pada akhirnya, kata dia, seluruh masyarakat berharap bahwa kebijakan itu tidak hanya menjadi simbol keadilan, tetapi benar-benar berdampak nyata di desa-desa dan di seluruh pelosok negeri.

“Pendidikan dasar yang gratis, inklusif, dan bermutu bukan hanya janji konstitusi, tetapi juga tanggung jawab moral kita kepada generasi penerus bangsa,” tukas Ratih.

(Yudis/*)

Add Comment