Kebijakan Stimulus Ekonomi Perlu Jangkau Kelas Menengah
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (4 Juni): Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah, menekankan pentingnya inklusivitas dalam implementasi program stimulus ekonomi pemerintah. Selain fokus pada kelompok rentan, kebijakan tersebut juga perlu menjangkau kelas menengah yang kini menghadapi tekanan ekonomi.
“Kita juga perlu melihat kelas menengah yang kini menghadapi tekanan. Kita berharap masyarakat kelas menengah dapat turut merasakan stimulus ekonomi yang inklusif sehingga dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional secara menyeluruh,” ujar Charles, Rabu (4/5/2025).
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan total anggaran Rp24,44 triliun untuk lima kebijakan stimulus. Tujuannya untuk menjaga pertumbuhan ekonomi kuartal II/2025 tetap mendekati 5%.
Charles mengingatkan bahwa kelas menengah selama ini menjadi tulang punggung konsumsi domestik, yang merupakan komponen penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi nasional.
Tekanan terhadap kelompok tersebut, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan penghasilan di sektor industri, jasa, dan ekonomi kreatif, dinilai Charles sudah mulai mengkhawatirkan.
“Perlu diingat, kelas menengah selama ini menjadi penopang utama konsumsi domestik. Menjaga kelompok kelas menengah tetap kuat artinya kita menjaga kestabilan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” sebut Charles.
Legislator Fraksi Partai NasDem tersebut juga mengapresiasi program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang diberikan kepada pekerja berpenghasilan rendah sebagai bagian dari stimulus.
Namun, dia menegaskan bahwa perlindungan sosial ke depan juga harus mulai menjangkau kelompok kelas menengah bawah yang rentan turun kelas akibat tekanan ekonomi.
“Kami berharap pemerintah menyelaraskan kebijakan stimulus ini dengan strategi pemulihan yang lebih menyeluruh dan berorientasi pada ketahanan jangka panjang,” ujarnya.
Dia berharap, stimulus ekonomi yang diberikan bukan hanya menjadi solusi jangka pendek, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan yang lebih merata dan tahan terhadap guncangan eksternal.
“Dengan begitu, stimulus bukan hanya menjadi penyangga sesaat, tetapi juga penggerak utama ekonomi kerakyatan yang lebih tangguh dan berdaya saing,” tutur Charles.
Anggota Badan Anggaran DPR RI itu juga menekankan bahwa masyarakat, terutama kelompok rentan dan pelaku usaha kecil, membutuhkan kepastian ekonomi dalam jangka menengah.
Oleh karena itu, ia mendorong agar pemerintah memperkuat intervensi pada sektor-sektor yang menghasilkan nilai tambah, seperti pertanian, UMKM, dan sektor padat karya.
Dia menilai langkah tersebut dapat menciptakan efek ganda yang lebih luas serta memperkuat daya tahan masyarakat terhadap potensi gejolak ekonomi di masa mendatang.
Pemerintah berencana mengucurkan anggaran Rp24,44 triliun untuk lima kebijakan stimulus. Dari jumlah tersebut, Rp23,59 triliun bersumber dari APBN, sedangkan sisanya Rp0,85 triliun dari non-APBN.
Kelima kebijakan tersebut adalah diskon tiket transportasi, diskon tarif tol, penebalan bantuan sosial seperti sembako dan bantuan pangan, Bantuan Subsidi Upah (BSU) bagi pekerja bergaji rendah, serta diskon iuran jaminan kecelakaan kerja untuk industri padat karya.
(dpr.go.id/*)