Wujudkan Kesetaraan Gender dengan Langkah Bersama
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (20Juni): Kondisi kesenjangan gender harus segera diatasi dengan mengambil langkah bersama, sesuai kemampuan masing-masing.
“Ketika bicara mewujudkan kesetaraan gender, di depan kita seperti melihat tembok kaca yang sangat sulit untuk didobrak,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat memberikan sambutan pada audiensi dan diskusi dengan para anggota Lions Club Indonesia Multi District 307 Coordinator Family and Women Specialist (MDC 307 Faws), bertema Perempuan dan Tantangan Kebangsaan : Ketimpangan Gender dan Inklusi, di ruang Delegasi, Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Hadir pada acara tersebut antara lain Prof. Dr. Ani Sutjipto (Guru Besar Kajian Gender dan HAM Universitas Indonesia), Elizabeth Halim (Ketua MDC 307 Faws Lions Club Indonesia 2024-2025), Nicky Clara (Disability Womenpreuner dan Founder Setara Berdaya Group), Dr. Usman Kansong, dan Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI).
Menurut Lestari, sulitnya cara pandang terkait kesetaraan gender berubah, harus disasar dengan berupaya mengubah konstruksi budaya yang dipahami masyarakat saat ini.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, mengubah konstruksi budaya untuk mewujudkan kesetaraan gender di masyarakat merupakan pekerjaan rumah bagi kita semua.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu mendorong agar para pemangku kepentingan dan masyarakat membuka ruang seluas-luasnya bagi terwujudnya kesetaraan gender dalam keseharian.
“Untuk mewujudkan kesetaraan itu kita harus mampu bergerak bersama. Saya juga berharap Lions Club untuk ikut berperan aktif,” pungkas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Ani Sutjipto mengungkapkan tentang sulitnya mengadvokasi partai politik untuk meningkatkan peran perempuan di sektor politik.
Selain itu, Ani menegaskan, proses pembangunan yang kerap mengabaikan aspek lingkungan berdampak pada kelestarian alam.
Padahal, tambah dia, kerusakan alam dalam jangka waktu panjang berdampak pada hilangnya sumber kehidupan manusia yang memicu kemiskinan dan mengancam kesejahteraan masyarakat, terutama perempuan.
Menurut Ani, perlu dorongan bersamaan secara struktural dan kultural untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam keseharian.
Sementara itu, Nicky Clara mengungkapkan, lahir sebagai perempuan yang menyandang disabilitas bukan hal yang mudah.
Di Indonesia, menurut Nicky, bukan perempuan tidak bisa berdaya, tetapi memang kesempatan untuk berdaya sangat kurang karena stigma dan perempuan kerap terpapar multiperan.
Nicky menegaskan disabilitas itu bukan objek, tetapi subjek sesuai dengan amanah Undang-Undang No. 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.
(*)