Menjaga Persaudaraan di Tengah Politisasi Perbedaan

Getting your Trinity Audio player ready...

Oleh: Mohsen Hasan Alhinduan

(Anggota Dewan Pakar DPP NasDem)

 

DI tengah kehidupan berbangsa yang terus bertransformasi, kita menghadapi kenyataan pahit bahwa agama kian sering dipolitisasi, bahkan oleh sebagian tokoh agama sendiri.
Perbedaan keyakinan yang semestinya menjadi kekayaan spiritual bangsa, berubah menjadi bahan bakar untuk polarisasi sosial dan kebencian identitas.

Partai NasDem, sebagai partai yang berpijak pada nasionalisme inklusif, memiliki tanggung jawab moral untuk merawat harmoni ini. Pasalnya sejarah telah membuktikan bahwa bangsa yang tercerai karena perbedaan agama tidak akan pernah kuat dalam menghadapi tantangan masa depan.

Kita tidak bisa menutup mata bahwa di berbagai ruang publik, bahkan rumah-rumah ibadah, mulai muncul narasi-narasi eksklusif yang memisahkan umat, menuding yang berbeda sebagai musuh, dan menjadikan iman sebagai alat superioritas moral.

Bahkan yang lebih mengkhawatirkan tokoh agama ikut terseret dalam narasi sektarian, menyuarakan tafsir yang sarat dengan nada politik, bukan kebijaksanaan.

Ini bukan soal dakwah atau misi spiritual semata, tetapi soal disorientasi peran agama dalam kehidupan berbangsa.

Semua agama: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Konghucu, bahkan kepercayaan lokal pada hakikatnya membawa pesan damai.

Jika agama dijadikan alat untuk memenangkan kekuasaan, maka ia akan kehilangan akarnya sebagai jalan menuju peradaban.

Agama bukan untuk memecah, tapi mempertemukan. Bukan untuk menguasai, tapi untuk melayani.

Bila perbedaan tafsir dijadikan alasan untuk menebar kebencian, maka sesungguhnya yang dipertaruhkan adalah masa depan bangsa itu sendiri.

Sebagai partai yang lahir dari semangat restorasi, NasDem menolak segala bentuk eksploitasi agama untuk kepentingan politik sempit.

Kita percaya bahwa negara ini dibangun bukan oleh satu agama, tapi oleh semangat gotong royong seluruh umat manusia dari berbagai keyakinan.

Oleh karena itu, penting untuk:
– Menghidupkan dialog antariman yang nyata, bukan sekadar simbolik.
– Menghadirkan tokoh-tokoh agama yang bersuara tentang keadilan, kemanusiaan, dan kebersamaan.
– Mendorong rumah ibadah menjadi ruang kolaborasi sosial, bukan medan penghakiman ideologis.

 

Refleksi untuk Kader dan Masyarakat Umum

Kita semua, sebagai kader partai, tokoh masyarakat, dan warga negara, patut merenung: Apakah agama membuat kita semakin lembut atau justru makin mudah mencaci?Apakah iman mengajarkan kita mencintai sesama, atau menolak mereka yang berbeda?

Jika kita masih terjebak dalam kebencian atas nama Tuhan, mungkin kita belum benar-benar mengenal-Nya.

Bangsa Indonesia berdiri kokoh bukan karena semua warganya satu agama, tapi karena mereka bersatu dalam semangat kemanusiaan.

Di tengah krisis global mulai dari perang, perubahan iklim, hingga disrupsi ekonomi yang kita butuhkan bukan pembelahan, tapi solidaritas lintas iman dan lintas identitas.

NasDem meyakini bahwa persaudaraan adalah kekuatan. Persatuan adalah kekayaan dan perbedaan adalah takdir yang harus kita kelola dengan bijak.

Mari kita jaga agama dari tangan-tangan yang ingin memperalatnya. Mari kita jadikan iman sebagai kompas moral, bukan komoditas politik. Karena pada akhirnya, sejarah tidak akan mengenang mereka yang membelah, tapi mereka yang menyatukan umat untuk masa depan yang lebih damai.

(WH/GN)

Add Comment