Perempuan Berperan Penting dalam Mewujudkan Perdamaian dan Pembangunan Dunia
Getting your Trinity Audio player ready...
|
NEW YORK (23 Juli): Delegasi DPR RI dalam UN High Level Political Forum on Sustainable Development, Amelia Anggraini, menegaskan peran strategis perempuan untuk menjadi bagian penting dalam perdamaian dan pembangunan dunia.
“Keterlibatan perempuan dalam proses pengambilan kebijakan di berbagai lini bukan hanya soal representasi, tetapi menyangkut keberlanjutan demokrasi dan pemulihan pascakonflik yang lebih inklusif,” kata Amelia dalam Parliamentary Forum at the 2025 UN High Level Political Forum on Sustainable Development di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (22/7/2025).
Dalam sesi khusus mengenai peran parlemen dalam mewujudkan SDG 5: Gender Equality, Amelia menegaskan bahwa pencapaian kesetaraan gender saat ini masih terhambat, terutama akibat konflik dan perang bersenjata yang berkepanjangan di berbagai belahan dunia.
Korban terbesar dalam konflik seperti yang terjadi di Ukraina dan Palestina adalah perempuan dan anak-anak. Sejak Oktober 2023, lebih dari 70% korban sipil di Palestina adalah perempuan dan anak perempuan.
“Ini menandakan bahwa krisis kemanusiaan memiliki dimensi gender yang mendalam, dan tidak bisa diabaikan dalam agenda pembangunan global,” tandas Amelia.
Di Indonesia, kata dia, keterwakilan perempuan di parlemen meningkat dari 9% pada 1999 menjadi 22% di 2024. Itu adalah hasil kebijakan afirmatif, termasuk penerapan kuota 30% dan sistem zipper dalam pencalonan anggota legislatif.
Sistem itu, menurutnya, bahkan mendapat apresiasi dari berbagai negara sebagai praktik baik yang dapat direplikasi untuk memperkuat partisipasi perempuan dalam politik.
Lebih dari itu, lanjutnya, Indonesia juga mengembangkan pendekatan responsif gender melalui sistem digital perencanaan dan penganggaran nasional bernama KRISNA, yang kini dilengkapi dengan pelacakan gender-responsive budgeting dengan pengawasan parlemen.
Komitmen DPR RI, kata Amelia, jelas dalam mewujudkan parlemen yang tidak hanya inklusif, tapi juga berani menindak segala bentuk seksisme, kekerasan berbasis gender, dan diskriminasi, baik di lembaga legislatif, eksekutif, swasta, maupun komunitas lokal.
“Kesetaraan gender bukan hanya agenda perempuan, tetapi agenda kemanusiaan dan masa depan bersama,” tukas anggota Komisi I DPR itu. (Yudis/*)