Transisi Penyelenggaraan Haji Momentum Reformasi Tata Kelola yang lebih Profesional

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (28 Juli): Anggota Komisi VIII DPR RI, Lisda Hendrajoni, memberikan perhatian serius terhadap proses transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama (Kemenag) kepada Badan Pengelola Haji (BP Haji). Transisi itu momentum penting dalam reformasi tata kelola haji yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.

Lisda menyatakan bahwa perubahan tersebut bukan sekadar peralihan kelembagaan, melainkan langkah strategis dalam meningkatkan kualitas layanan kepada jutaan jemaah Indonesia setiap tahunnya.

“Transisi ini bukan hanya soal struktur, tapi tentang bagaimana pelayanan terhadap jemaah dapat ditingkatkan. Profesionalisme dan efisiensi harus menjadi kata kunci dalam pengelolaan haji ke depan,” ujar Lisda di Jakarta, Kamis (24/7).

Penyelenggaraan haji selama ini menjadi wewenang penuh Kemenag. Namun, melalui UU No. 34/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, dibentuklah BP Haji sebagai lembaga tersendiri yang bertugas mengelola keuangan dan operasional haji secara profesional.

Lisda menegaskan bahwa pemisahan peran antara Kemenag sebagai regulator dan BP Haji sebagai operator merupakan model tata kelola yang sehat dan sudah diterapkan di berbagai sektor pelayanan publik.

Legislator Partai NasDem itu menyatakan dukungan transisi itu, namun menekankan bahwa sejumlah prasyarat mutlak harus dipenuhi sebelum pelimpahan wewenang sepenuhnya dilakukan.

Diantaranya, kesiapan kelembagaan dan SDM BP Haji harus benar-benar matang, pelayanan kepada jemaah tidak terganggu selama proses transisi, serta administrasi dan sistem operasional harus berjalan secara tertib dan terkoordinasi.

“Kami akan terus mengevaluasi kesiapan semua aspek. Jangan sampai transisi ini justru menimbulkan kerumitan baru di lapangan,” tegas Lisda.

Politisi asal Sumatera Barat itu juga mencatat sejumlah tantangan utama dalam transisi ini, seperti harmonisasi peran Kemenag–BP Haji, kejelasan struktur operasional BP Haji, kepastian hukum atas pelimpahan tugas, serta integrasi sistem teknologi informasi dan logistik.

Lisda menyebutkan bahwa DPR RI akan terus melakukan pengawasan intensif, termasuk memanggil pihak terkait untuk mendalami kesiapan teknis dan regulasi.

“Jika BP Haji belum siap menjalankan tugas operasional, maka transisi tidak boleh dipaksakan. Keselamatan, kenyamanan, dan kepastian layanan jemaah harus jadi prioritas,”tegasnya.

Kedepan Lisda berharap BP Haji mampu bekerja secara profesional dan transparan. Tata kelola keuangan haji, termasuk pemanfaatan nilai manfaat, diharapkan bisa memberikan kemaslahatan optimal bagi seluruh jemaah.

DPR RI juga mendorong keterlibatan publik dan lembaga pengawas independen dalam mengawal kinerja BP Haji ke depan.

Lisda memastikan bahwa Komisi VIII DPR akan terus mengawasi dan mengawal proses transisi secara ketat, untuk menjawab kekhawatiran publik.

“Kami memahami keresahan calon jemaah. DPR berkomitmen agar perubahan ini tidak merugikan jemaah. Haji adalah ibadah yang sangat sakral dan harus ditangani dengan penuh tanggung jawab,” tutupnya. (Bee/*)

Add Comment