Perlu Membangun Budaya Baru Antidiskriminasi di Masyarakat
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (31 Juli): Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menilai peraturan yang dibentuk belum cukup untuk menghilangkan tindakan diskriminasi terhadap perempuan. Ia menekankan pentingnya penciptaan budaya baru di masyarakat yang antidiskriminasi.
“Disahkannya UU bukan berarti garis akhir perjuangan. Pengawasannya, implementasinya, ini menjadi hal yang terus-menerus harus dipastikan. Budaya baru antidiskriminasi harus tercipta setelah rekayasa melalui hukum,” ujar Willy, Kamis (31/7/2025).
Sejak meratifikasi The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) pada 1984, Indonesia telah mengadopsi beberapa amanat konvensi tersebut. Mulai dari pembentukan Kementerian Urusan Perempuan, pendirian Komnas Perempuan, hingga pembentukan UU Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Ada pula afirmasi kuota 30% perempuan dalam UU Pemilu, dan yang terbaru adalah pengesahan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Willy menegaskan bahwa politik legislasi harus didukung oleh politik anggaran yang responsif gender. Ia menyayangkan minimnya perhatian terhadap isu penganggaran yang inklusif.
“Bayangkan, di Badan Anggaran DPR saja tidak ada pimpinan yang perempuan. Kita ingin antidiskriminasi juga terwujud dalam politik anggaran negara. Ini butuh lebih banyak keterlibatan anggota DPR perempuan dan kepemimpinan perempuan,” tegas legislator Partai NasDem itu.
Willy mendorong pembentukan blok politik yang tidak hanya melibatkan politisi perempuan, tetapi juga semua pihak yang peduli terhadap agenda kesetaraan gender.
“Ada kaukus perempuan parlemen, namun ini harus dimajukan sebagai blok politik dengan agenda yang jelas. Ini bukan sekadar politik legislasi dan anggaran, melainkan politik harapan yang bisa diikuti semua orang,” tegasnya.
Willy menekankan bahwa perjuangan melawan diskriminasi tidak hanya membutuhkan kebijakan, tetapi juga komitmen kolektif untuk mewujudkan politik harapan yang inklusif dan berkelanjutan. (Yudis/*)