GARPU NasDem, Sayap Partai dan Amanah Perjuangan

Getting your Trinity Audio player ready...

Oleh: Mohsen Hasan Alhinduan

(Ketua Penasihat Gerakan Restorasi Pedagang UMKM NasDem)

 

PADA Selasa, 5 Agustus 2025, Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh, secara resmi menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang mengukuhkan Gerakan Restorasi Pedagang UMKM (GARPU) sebagai sayap resmi partai.

Bagi sebagian orang, ini mungkin tampak sebagai langkah simbolik belaka. Namun sesungguhnya, keputusan ini menyimpan konsekuensi strategis dan moral yang mendalam, baik bagi partai, kader, maupun pedagang kecil sebagai kelompok yang diwakili.

GARPU bukanlah organisasi biasa yang sudah mengembangkan sayapnya ke 38 provinsi di Indonesia, bahkan luar negeri seperti Malaysia, UEA dan Arab Saudi di bawah pimpinan Pietra Machendra Paloh.

GARPU lahir dari denyut nadi rakyat kecil pasar tradisional, kaki lima, pelapak daring, pengrajin lokal, dan warung-warung pinggir jalan yang selama ini menjadi penyangga ekonomi rakyat.

Ketika GARPU kini berdiri sebagai bagian resmi dari struktur politik nasional, maka posisinya bergeser dari sekadar komunitas perjuangan menjadi institusi yang punya akses dan sekaligus beban politik.

Momen pengesahan ini menandai transisi penting dari gerakan sosial menjadi bagian dari mesin partai. Ini berarti kader-kader GARPU harus lebih berhati-hati menjaga integritas, lebih progresif dalam menyuarakan kepentingan pelaku Usaha Menengah Kecil dan Mikro (UMKM), dan lebih disiplin dalam bekerja untuk rakyat, bukan semata-mata loyal kepada elite.

*Antara Amanah dan Godaan Kekuasaan*

Ada risiko yang patut diwaspadai yaitu menjadikan SK ini sebagai alat pencitraan politik tanpa substansi gerakan. Jika GARPU hanya menjadi stempel “kerakyatan” bagi partai tanpa kerja konkret di lapangan, maka ia akan kehilangan ruh restoratifnya.

Tantangan berikutnya adalah menjaga jarak kritis terhadap dinamika kekuasaan. Sebagai sayap partai, GARPU akan bersinggungan langsung dengan proses-proses politik, termasuk kontestasi dan kompromi. Di sinilah kader harus mampu menjaga keseimbangan antara menjadi bagian dari sistem, dan menjadi pengingat akan suara rakyat kecil yang sering terpinggirkan.

*Kerja Nyata, Bukan Seremonial*

Kader-kader GARPU harus segera mengisi ruang kepercayaan ini dengan kerja riil: mendampingi pedagang untuk mendapatkan akses modal, membantu sertifikasi produk, mendorong digitalisasi UMKM, hingga memperjuangkan regulasi yang berpihak kepada mereka. Tak kalah penting adalah membangun jaringan advokasi agar suara pedagang kecil masuk ke ruang-ruang pengambilan keputusan publik, dari daerah hingga pusat.

Jika SK ini hanya dijadikan alat mobilisasi tanpa agenda pemberdayaan, maka ia akan menjadi selembar kertas tanpa makna. Tetapi jika dipahami sebagai panggilan perjuangan, maka GARPU bisa menjelma menjadi kekuatan politik baru yang bukan hanya mewakili pedagang kecil, melainkan memperjuangkan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat.

*Menuju Restorasi yang Menyentuh Akar*

Partai NasDem mengusung semangat restorasi Indonesia. Maka GARPU harus menjadi wajah restorasi itu di lapangan ekonomi rakyat. Bukan sekadar jargon, tetapi gerakan yang menyentuh akar, yaitu membela yang lemah, menyuarakan yang tak terdengar, dan mengorganisasi kekuatan rakyat kecil menjadi kekuatan politik yang berdaulat.

SK ini adalah pengakuan. Tapi lebih dari itu, ia adalah panggilan. Kader GARPU mesti menjawabnya dengan kerja, bukan sekadar tepuk tangan di podium.

(WH/GN)

Add Comment