Dorong Upaya Pembenahan Layanan Kesehatan Jantung di Tanah Air
JAKARTA (10 September): Dorong upaya pembenahan sistem layanan kesehatan jantung di Tanah Air agar mampu menjawab tantangan di sektor kesehatan nasional saat ini.
“Penyakit jantung di Indonesia bukan semata masalah kesehatan, tetapi juga masalah ekonomi dan sosial. Data BPJS tahun 2022 mencatat bahwa layanan penyakit jantung dan pembuluh darah menelan biaya hampir setengah dari total biaya pelayanan kesehatan nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Penguatan Sumber Daya Manusia dan Fasilitas Pengobatan Penyakit Jantung di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (10/9/2025).
Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri.,SH.LL.M. (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Gregorius Virgianto Arpuji Anggoro Putro (Analis Muda Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS
Kesehatan), dr. Obrin Parulian, M.Kes (Direktur Pelayanan Klinis, Kementerian Kesehatan RI), dan Annisa Pohan Yudhoyono (Ketua Umum Yayasan Jantung Indonesia/YJI), sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Dr. dr. Cashtri Meher (Ketua Profesi Kesehatan /Prokes DPP Partai NasDem Dokter-Humas PB Ikatan Dokter Indonesia), sebagai penanggap.
Menurut Lestari, hingga saat ini masalah penyakit jantung di Indonesia belum sepenuhnya tertangani dengan baik.
Hal itu terjadi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, karena terjadi peningkatan kasus kardiovaskular dan kemampuan masyarakat mendapatkan pengobatan atau perawatan secara sempurna belum terpenuhi.
Tantangan yang dihadapi, tambah Rerie, bukan hanya tentang pengobatan itu sendiri, tetapi juga dalam upaya pencegahan terkait upaya edukasi masyarakat secara umum.
Peringatan Hari Jantung Sedunia yang diperingati 29 September, jelas Rerie, harus menjadi momentum bagi kita untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan jantung dan upaya pencegahan penyakit kardiovaskular tersebut.
Data Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) mencatat bahwa Indonesia mengalami 651.481 kematian akibat penyakit kardiovaskular (PKv) pada 2019.
Menyikapi kondisi tersebut, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, diperlukan pembenahan sektor pelayanan kesehatan jantung, dimulai dengan penguatan komitmen pelayanan kesehatan dan komitmen memajukan kesejahteraan umum seperti yang diamanatkan konstitusi UUD 1945.
Rerie menambahkan, konstitusi kita menegaskan bahwa setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, berhak memperoleh pelayanan kesehatan, dan negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan yang layak.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara), mengapresiasi sejumlah pihak, termasuk YJI, yang terus meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pentingnya kesehatan jantung, melalui upaya edukasi.
Selain itu, anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, diperlukan upaya penataan di sektor layanan kesehatan, agar sistem yang dibangun dapat menangani berbagai penyakit yang tidak menular dan menciptakan tenaga kesehatan yang mampu terlibat aktif mengatasi permasalahan yang dihadapi saat ini.
Obrin Parulian mengungkapkan, terjadi perubahan pola sebaran penyakit dan peningkatan beban pembiayaan pada penyakit katastropik di Indonesia.
Menurut Obrin, masalah utama dalam pelayanan penyakit jantung di Indonesia adalah kurangnya akses masyarakat ke fasilitas kesehatan yang ada.
Terutama, ujar dia, di kawasan perbatasan dan daerah kepulauan. Kalaupun ada layanan kesehatan untuk jantung, tambah Obrin, di kawasan tersebut belum beroperasi optimal.
Selain itu, jelas Obrin, tantangan lainnya adalah belum meratanya penyebaran dokter spesialis jantung, alat operasi jantung dan SDM yang mengoperasikan alat tersebut.
Hingga saat ini, menurut Obrin, terjadi gap ketersediaan dokter spesialis jantung di Indonesia sebesar 4.503 dokter.
Karena, tambah dia, hingga saat ini baru tersedia 2.009 dokter spesialis jantung. Padahal, jelas Obrin, dengan jumlah pasien jantung yang terus meningkat dibutuhkan 6.512 dokter spesialis jantung, agar mampu memberi layanan jantung yang memadai di Indonesia.
Menurut Obrin, dibutuhkan dorongan yang kuat dari semua pihak terkait, agar jumlah dokter spesialis jantung dapat terus ditingkatkan sehingga mampu memberi layanan kesehatan jantung yang memadai bagi setiap warga negara.
Pemerintah, jelas Obrin, terus berupaya untuk mempermudah akses layanan kesehatan jantung bagi masyarakat, dengan melengkapi sarana dan prasana di berbagai fasilitas kesehatan yang ada di Tanah Air.
Gregorius Virgianto Arpuji Anggoro Putro mengungkapkan, kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional per 31 Juli 2025 tercatat 280,7 juta orang.
Menurut Gregorius, khusus untuk penyakit jantung, tercatat rata-rata terjadi peningkatan 500 ribu peserta JKN per tahun.
Sehingga, tambah dia, pada 2024 tercatat pembiayaan untuk pengobatan penyakit jantung senilai Rp19, 2 triliun dari total Rp37 triliun pembiayaan untuk pengobatan penyakit katastropik di Tanah Air.
Setiap tahun, jelas Gregorius, kasus penyakit jantung dan pembiayaan pengobatan penyakit jantung selalu meningkat di Indonesia.
Annisa Pohan Yudhoyono mengungkapkan bahwa satu dari tiga kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit jantung.
Padahal, ujar Annisa, penyakit jantung bisa disembuhkan bila mendapat penanganan secara dini.
Menurut Annisa, salah satu tantangan dalam pengobatan penyakit jantung di Indonesia adalah biaya pengobatan yang mahal.
Diakui Annisa, saat ini penyakit jantung di tanah air sudah banyak ditemukan pada usia muda. Pada 2023, jelas dia, tercatat 140.206 penduduk berusia 25-34 tahun di Indonesia didiagnosa berpenyakit jantung.
Menurut Annisa, literasi kesehatan jantung bagi masyarakat harus terus ditingkatkan dengan berbagai upaya.
Selain itu, tegas Annisa, sejumlah tantangan yang dihadapi pasien jantung, seperti antara lain biaya pengobatan yang mahal, keterbatasan fasilitas kesehatan dan ketersediaan tenaga kesehatan, harus segera dijawab dengan kolaborasi dan gerak bersama pihak-pihak terkait.
Cashtri Meher berpendapat, dalam penanganan kasus penyakit jantung di tanah air ketersediaan SDM kesehatan dan fasilitas kesehatan yang canggih seperti dua sisi mata uang, yang harus dipenuhi secara bersama.
Menurut Cashtri, keterbatasan akses ke layanan kesehatan dan tahapan administrasi yang cukup panjang untuk mendapatkan layanan kesehatan jantung yang kerap dihadapi masyarakat, harus segera diatasi.
Apalagi, ujar Cashtri, pengobatan penyakit jantung sangat membutuhkan kecepatan dalam penanganannya.
Selain itu, menurut Cashtri, upaya pencegahan penyakit jantung sangat penting dengan mengedepankan langkah promotif dan preventif.
Sehingga, tegas dia, perlu ditingkatkan langkah-langkah preventif yang terintegrasi di setiap fasilitas layanan kesehatan di tanah air.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, penyakit jantung bisa dicegah dan bisa diobati.
Namun, menurut Saur, lebih penting mengedepankan upaya pencegahan dalam menghadapi tantangan peningkatan penyakit jantung di tanah air.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan, ujar Saur, adalah di setiap fasilitas publik yang memiliki tangga diberi stiker dengan kalimat ‘Naik Tangga Baik untuk Jantung.’
Menurut Saur, kalimat di stiker itu ditujukan untuk mengingatkan masyarakat agar mau melakukan tindakan pencegahan penyakit jantung dalam keseharian mereka. (*)