Perlu Kajian Teknis untuk Tangani Longsor dan Infrastruktur di Bogor

BOGOR (17 September): Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Roberth Rouw, menekankan perlunya kajian teknis menyeluruh untuk menangani dampak longsor dan permasalahan infrastruktur di kawasan Batu Tulis, Kota Bogor.

Menurutnya, proyek underpass yang semula dimaksudkan untuk memperlancar mobilitas justru menimbulkan persoalan baru karena tidak memperhitungkan kontur tanah dan kondisi geologi setempat.

“Perencanaan yang dulu tidak sesuai dengan kontur tanah yang ada. Ini daerah dengan mata air yang banyak, curah hujan tinggi, dan tanah bergerak. Kalau tidak dikaji secara mendalam, maka hasilnya seperti sekarang. Niatnya baik, tapi menimbulkan masalah,” kata dalam Kunjungan Kerja Komisi V DPR RI ke Stasiun Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat, Rabu (17/9/2025).

Bogor dikenal sebagai wilayah dengan curah hujan tahunan tinggi, mencapai 2.500–5.000 mm, sehingga sangat rawan pergerakan tanah. Data BPS mencatat, Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat masing-masing memiliki 14 titik mata air, sementara secara keseluruhan Kabupaten Bogor memiliki sekitar 201 mata air dan 95 situ.

Kondisi geografis tersebut membuat pembangunan tanpa mitigasi teknis yang matang rentan menimbulkan bencana. BNPB mencatat lebih dari 50 kejadian longsor terjadi di Jawa Barat sepanjang Januari–Juli 2025, dengan Kota Bogor dan Sukabumi termasuk wilayah paling sering terdampak.

Bahkan, longsor pada Agustus 2025 melanda lima desa di Kabupaten Bogor dan mengakibatkan 39 jiwa terdampak serta 10 jiwa mengungsi. Sebab itu, Roberth mendesak agar kementerian terkait bersama tim teknis segera melakukan kajian ulang berbasis hasil laboratorium, analisis dampak lingkungan (AMDAL), serta studi geoteknik.

Langkah itu, menurut Roberth, krusial agar proyek perbaikan infrastruktur tidak kembali menemui hambatan serupa.

“Setiap pembangunan harus ada kajiannya, ada hasil lab, ada AMDAL. Itu yang harus dilakukan oleh teman-teman (mitra Komisi V DPR RI). Jangan sampai maksudnya baik, tapi karena kurang kajian, justru merugikan masyarakat,” tegasnya.

Selain soal teknis, Legislator Partai NasDem itu juga mengingatkan risiko lebih luas jika penanganan tidak serius. Pergerakan tanah di kawasan Batu Tulis bisa berdampak bukan hanya pada akses jalan, tetapi juga jalur kereta Bogor–Sukabumi hingga situs sejarah Istana Batu Tulis.

“Ini harus ditangani menyeluruh, bukan cuma jalan. Situs sejarah kita juga harus dilindungi,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menyoroti perlunya kontribusi dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) melalui program tanggung jawab sosial (CSR), mengingat jalur kereta Bogor–Jakarta merupakan salah satu yang paling padat dan memberikan kontribusi besar bagi pendapatan negara.

Adanya desakan-desakan itu, Roberth berharap penanganan infrastruktur Bogor ke depan tidak sekadar tambal sulam, melainkan berbasis kajian teknis yang komprehensif agar akses publik tetap terjamin dan situs sejarah terlindungi. (dpr.go.id/*)

Add Comment