Sistem Open Book Pertamina Jadi Kunci Stabilitas Pasokan dan Harga BBM

JAKARTA (23 September): Polemik terkait kuota impor BBM dan kewajiban perusahaan bahan bakar minyak (BBM) swasta membeli bahan bakar dari Pertamina mendapat perhatian anggota Komisi XII DPR RI dari Fraksi NasDem, Irsan Sosiawan Gading. Irsan menilai kebijakan itu sebagai langkah strategis untuk mengontrol pasokan BBM nasional.

“Sistem distribusi BBM harus dijalankan dengan prinsip keterbukaan agar tidak merugikan pihak swasta maupun masyarakat. Kerja sama Pertamina dengan SPBU swasta harus dijalankan dengan asas keadilan dan sistem open book, agar pasokan BBM terjaga sehingga tidak membebani masyarakat dengan kenaikan harga yang tinggi,” ungkap Irsan dalam keterangan tertulisnya, Senin (22/9/2025).

Legislator NasDem dari Dapil Aceh II (Aceh Timur, Aceh Tengah, Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Kota Lhokseumawe, dan Kota Langsa) itu menjelaskan, keterbukaan dalam mekanisme harga penting untuk menjaga iklim usaha yang sehat di sektor energi. Dengan transparansi, SPBU swasta tetap dapat beroperasi secara kompetitif tanpa harus menaikkan harga secara sepihak yang dapat merugikan konsumen.

“Kebijakan ini juga menjadi peluang bagi pemerintah untuk memperkuat peran Pertamina sebagai pengendali pasokan energi nasional, sekaligus mendorong peran swasta agar tetap aktif berkontribusi dalam menjaga stabilitas BBM di dalam negeri. Keseimbangan peran antara BUMN dan swasta harus terus dijaga,” tegas Irsan.

Ia juga menekankan pentingnya pengawasan ketat terhadap implementasi kebijakan itu. DPR bersama pemerintah perlu memastikan sistem open book dijalankan, sehingga harga BBM yang diterima masyarakat benar-benar sesuai dengan standar pasar dan tidak menimbulkan beban tambahan.

“Pertamina harus dapat memastikan kualitas dan standar BBM yang akan dibeli oleh pelaku usaha swasta. Kualitas dan standar BBM yang akan dibeli juga perlu diperhatikan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kepercayaan masyarakat,” tukas Irsan.

Kebijakan kouta impor BBM nonsubsidi, tambah Irsan, juga perlu dievaluasi secara rutin, untuk memastikan terciptanya iklim usaha yang adil dan seimbang bagi semua pelaku bisnis.

Kebijakan pemerintah yang hanya menambah kuota impor sebesar 10% tahun ini, berdampak pada kelangsungan operasional badan usaha swasta yang sepenuhnya bergantung pada impor.

“Kuota tambahan untuk sektor swasta berkisar antara 7.000 hingga 44.000 kiloliter, sementara Pertamina yang menguasai 92,5 persen pasar BBM nonsubsidi, menerima tambahan kuota sekitar 613.000 kiloliter,” jelas Irsan.

Sebagai anggota Komisi XII yang membidangi energi, sumber daya mineral, lingkungan hidup, dan investasi, Irsan menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan energi nasional.

“Transparansi dan keadilan menjadi kunci agar kebijakan ini berjalan efektif, sehat, dan tidak menimbulkan polemik baru di masyarakat,” tandasnya. (RO/*)

Add Comment