Koperasi Benteng Ekonomi Nasional di Desa

SERPONG (27 September): Anggota Komisi VI DPR RI, Rachmat Gobel, mengatakan, koperasi bukan sekadar menjadi instrumen ekonomi tapi juga merupakan bagian dari ketahanan nasional.

“Koperasi adalah benteng ekonomi nasional dan bagian dari menjaga NKRI di desa-desa,” katanya, Jumat (26/9/2025).

Hal itu ia sampaikan saat memberikan pidato pada penutupan Rapat Koordinasi Regional Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih di Serpong, Tangerang Selatan, Banten.

Kegiatan itu diadakan oleh Kementerian Koperasi, yang diikuti oleh peserta dari pemerintah daerah dari sejumlah provinsi. Antara lain berasal dari Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Bengkulu, Jambi, Lampung, Aceh, Papua Pegunungan, Papua Selatan, dan Gorontalo.

Gobel mengatakan, sejak dulu ia memiliki perhatian khusus terhadap koperasi. Saat menjadi pengurus Kadin Indonesia ia sudah aktif melakukan advokasi dan pembinaan terhadap koperasi. Hal itu berlanjut hingga kini.

Ia telah membina sejumlah koperasi petani dan pariwisata di daerah pemilihannya di Gorontalo. Khusus untuk program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, ia akan membina 10 koperasi lagi sebagai bentuk dukungan sebagai anggota DPR terhadap program Presiden Prabowo Subianto.

Saat pemerintah Jokowi melahirkan omnibuslaw UU Cipta Kerja, Gobel menyatakan telah mengingatkan tentang keharusan menguatkan koperasi. UU tersebut bertujuan mengundang dan memberikan kemudahan bagi investor asing dalam berinvestasi di Indonesia.

“Nah investor-investor kecil, termasuk koperasi, akan menjadi penyeimbangnya. Mereka adalah petani, nelayan, dan UMKM. Jika disatukan mereka akan menjadi kekuatan tersendiri,” katanya.

Dalam situasi geopolitik, geoekonomi, dan liberalisasi ekonomi dunia saat ini, kata Gobel, produk impor kian deras masuk ke Indonesia. Hal itu, katanya, bisa melemahkan ekonomi nasional, khususnya ekonomi di desa dan UMKM. Sebagai contoh, impor tekstil bermotif batik maupun impor pakaian bekas.

“Ini bukan hanya meruntuhkan industri batik tapi juga menghancurkan budaya dan intelektualitas. Karena batik adalah produk budaya yang membutuhkan kreativitas dan intelektualitas dalam berkarya. Jika industri batik hancur maka seniman batik akan lenyap juga. Ini masalah besar. Nah, di sini koperasi bisa mengambil peran untuk melakukan penguatan,” katanya.

Lebih lanjut Gobel mengatakan bahwa Indonesia memiliki pasar yang besar yang akan menjadi kekuatan koperasi.

“Apalagi itu adanya di desa, khususnya soal pertanian dan pangan,” katanya.

Selain itu, katanya, ia sengaja mencontohkan impor tekstil bermotif batik dan pakaian bekas karena menyentuh langsung UMKM yang juga ada di desa.

“Kementerian Perdagangan harus proaktif mendukung Koperasi Merah Putih dengan mengendalikan impor,” katanya.

Gobel mengatakan, koperasi bisa menjadi leader bagi masyarakat bawah dalam menghadapi situasi tersebut. Adanya program 80 ribu koperasi tersebut merupakan bentuk pemihakan pemerintah terhadap koperasi dalam menguatkan ekonomi nasional.

“Koperasi menjadi simbol nasionalisme, bukan hanya ekonomi. Koperasi sebagai sokoguru ekonomi nasional bukan sekadar slogan tapi merupakan wujud nyata cita-cita nasional jika bisa diimplementasikan,” katanya.

Oleh karena itu, kata Gobel, setiap orang memiliki tanggung jawab agar koperasi benar-benar menjadi kekuatan ekonomi. Untuk itu, ia mendorong agar setiap anggota DPR dan DPD bisa membina setidaknya 10 koperasi.

“Jika itu bisa dilakukan maka hampir 10 persen dari target Presiden sudah bisa dipenuhi,” ujarnya.

Menteri Koperasi Ferry Juliantono mengatakan, akibat serbuan tekstil bermotif batik pihaknya harus membantu Gabungan Koperasi Batik di Yogyakarta. “Permendag No 8 harus dicabut,” tegasnya. (Nasihin/*)

Add Comment