Felly Soroti Kelemahan Tata Kelola dan Ketiadaan Payung Hukum MBG

JAKARTA (2 Oktober): Ketua Komisi IX DPR RI, Felly Estelita Runtuwene, menyoroti lemahnya tata kelola dan absennya payung hukum yang kuat sebagai penyebab utama insiden keracunan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Felly mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan regulasi yang mengikat, seperti peraturan presiden (perpres), guna menjamin koordinasi lintas kementerian dan melibatkan pemerintah daerah secara optimal.

“Tata kelola di sini yang memang betul-betul kurang kontrol, Pak, dan belum paripurna,” ujar Felly dalam Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kesehatan, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Kepala BPOM dan Kepala Badan Gizi Nasional, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025).

Ia juga secara khusus mengkritisi adanya penyederhanaan sertifikasi dan perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan, yang justru berpotensi meloloskan penyedia makanan yang tidak memenuhi standar kesehatan.

“Di sini (Kementerian Kesehatan) disampaikan, setelah penyederhanaan tidak perlu memiliki nomor induk berusaha, tidak perlu sertifikat standar, bahkan verifikasi persyaratan dari dinas kesehatan kabupaten/kota tidak perlu,” jelasnya.

Menurut Felly, kebijakan penyederhanaan izin yang akan dilaksanakan tersebut merupakan suatu kesalahan fatal.

“Ini satu kesalahan menurut saya. Kalau bicara kesehatan, ya mari kita melindungi. Enggak perlu, enggak mau tahu siapa, tapi kita sampaikan, ini yang seharusnya dilakukan. Kalau ini dilakukan, tidak terjadi seperti hari ini,” tegasnya.

Tanpa payung hukum yang mengikat dan jelas, kata Felly, implementasi program di daerah akan sulit dikontrol. Ia juga menyinggung keengganan para guru di lapangan untuk menolak makanan yang diduga rusak atau basi karena tidak memiliki payung hukum yang melindungi kewenangan mereka.

“Takut guru, Pak. Mereka tidak berani, seakan-akan mereka harus menghambat. Padahal kan tidak seperti itu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Felly mendesak agar BGN dan kementerian terkait melibatkan kepala daerah, seperti bupati, wali kota, dan gubernur, dalam setiap tahapan program. Ia menyampaikan keluhan dari pengawasan di berbagai daerah bahwa mereka merasa ‘dilewat-lewatin’ dan tidak dihubungi.

“Kasian Pak, Pak Presiden. Kalau menurut saya, jangan bikin rusak kepala negara kita dengan kinerja di bawah yang tidak pas,” ujarnya.

Terakhir, ia meminta pemerintah memprioritaskan pelaksanaan MBG di daerah 3T (tertinggal, termiskin, terluar) dan daerah dengan angka stunting tinggi.

“Justru kan tujuan Pak Presiden untuk menjangkau mereka yang sulit terjamah,” tutupnya. (dpr.go.id/*)

Add Comment