Bahasa Inggris Jadi Mapel Wajib SD, Langkah Strategis Tingkatkan SDM Anak Bangsa
JAKARTA (24 Oktober): Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menyambut baik langkah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang menetapkan bahasa Inggris sebagai mata pelajaran (mapel) wajib di jenjang sekolah dasar (SD) mulai tahun ajaran 2027/2028 mendatang. Kebijakan itu dinilai sebagai langkah strategis dalam memperkuat fondasi kualitas sumber daya manusia (SDM) sejak usia dini.
Menurutnya, penguasaan bahasa Inggris sejak SD akan menjadi bekal penting bagi generasi muda Indonesia untuk menghadapi persaingan global.
“Kebijakan ini menunjukkan arah pendidikan nasional yang visioner. Pengenalan bahasa Inggris sejak dini bukan sekadar soal bahasa, tetapi bagian dari upaya menyiapkan generasi yang percaya diri, adaptif, dan berdaya saing di tingkat internasional,” ujar Lestari melalui keterangan tertulis, Jumat (24/10).
Ia menilai, pendekatan Kemendikdasmen yang menitikberatkan kemampuan komunikasi daripada tata bahasa, sudah tepat. “Pendekatan komunikatif akan membuat anak-anak tidak takut berbahasa Inggris. Fokusnya bagaimana mereka mampu mengekspresikan gagasan dengan percaya diri,” jelas anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di SD tidak akan banyak membahas tata bahasa, tetapi lebih diarahkan pada peningkatan kepercayaan diri siswa dalam berkomunikasi menggunakan bahasa internasional tersebut.
“Pembelajaran bahasa Inggris di tingkat SD lebih banyak ditekankan pada aspek bagaimana mereka dapat berkomunikasi dengan bahasa Inggris, bukan bahasa Inggris sebagai science, tapi sebagai media komunikasi sehingga grammarnya tidak perlu terlalu banyak,” kata Mu’ti dalam kegiatan Taklimat Media Setahun Kemendikdasmen di Jakarta, Rabu (22/10).
Berkenaan dengan hal itu, Rerie, sapaan Lestari Moerdijat, menekankan pentingnya kesiapan para guru dalam menjalankan kebijakan tersebut.
“Peningkatan kapasitas guru menjadi kunci. Negara harus memastikan adanya pelatihan dan pendampingan agar implementasinya efektif dan merata di seluruh Indonesia,” tuturnya.
Menurutnya, kebijakan tersebut sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045 yang menempatkan penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris, sebagai salah satu kompetensi global yang harus dimiliki generasi muda. Namun, ia menekankan bahwa penerapannya perlu disertai persiapan matang, terutama pada aspek guru, kurikulum, dan sarana belajar.
“Kebijakan ini positif, tetapi kesiapan di lapangan harus menjadi prioritas. Pemerintah perlu memastikan bahwa semua sekolah dasar, termasuk di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar), memiliki guru yang kompeten dan fasilitas pendukung yang memadai,” tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu.
Rerie juga mendorong Kemendikdasmen untuk mempercepat program pelatihan dan sertifikasi bagi guru bahasa Inggris di jenjang SD. Menurutnya, tanpa dukungan tenaga pendidik yang berkualitas, kebijakan itu berisiko menimbulkan kesenjangan baru antara sekolah di kota besar dan di daerah terpencil.
Selain itu, imbuhnya, pengembangan bahan ajar yang kontekstual dan sesuai usia siswa SD perlu menjadi perhatian. “Kita tidak ingin bahasa Inggris menjadi beban bagi anak-anak. Pendekatannya harus komunikatif dan menyenangkan agar bisa membentuk fondasi kemampuan berbahasa yang kuat,” tambahnya.
Penerapan bahasa Inggris wajib di SD, tambah Rerie, diharapkan dapat meningkatkan daya saing anak bangsa dan membuka peluang lebih luas bagi generasi muda untuk berpartisipasi dalam percaturan global. Namun, keberhasilan kebijakan tersebut akan sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
“Kebijakan ini harus menjadi bagian dari investasi jangka panjang dalam membangun SDM unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tegasnya. (*)