Refleksi Sumpah Pemuda, Pertarungan Melawan Apatisme

JAKARTA (28 Oktober): Sumpah Pemuda bukanlah sekadar catatan sejarah yang dikenang setiap 28 Oktober. Ia adalah energi hidup yang terus menuntut perwujudan baru, sesuai dengan denyut nadi zamannya. Semua harus jujur mengakui bahwa medan juang telah bergeser secara fundamental.

Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru, mengatakan para pemuda pada 1928 mempertaruhkan segalanya untuk satu kata, Merdeka. Namun saat ini, para pemuda tidak lagi mengangkat bambu runcing di medan perang fisik.

“Senjata kita hari ini telah berganti menjadi ilmu, kerja keras, dan integritas. Pertarungan kita adalah pertarungan gagasan di ruang digital, kompetisi inovasi global, dan yang terberat, pertarungan melawan apatisme,” kata Ratih, Selasa (28/10/2025).

Pergeseran medan juang itu, kata Ratih, menuntut karakter pemuda yang berbeda pula. Tema peringatan tahun ini, ‘Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu’, adalah sebuah panggilan, bukan sekadar slogan.

“Panggilan ini hanya bisa dijawab oleh generasi yang memiliki tiga kekuatan inti, patriotik, gigih, dan berempati,” tegas Ratih.

Pertama, patriotisme yang terwujud dalam ‘tindakan nyata’. Cinta tanah air hari ini bukanlah sekadar retorika, melainkan keberanian untuk berkarya. Ia adalah anak muda yang mendedikasikan ilmunya untuk memecahkan masalah di lingkungannya.

“Ia adalah kreator yang menyebarkan nilai-nilai persatuan, dan wirausaha yang membuka lapangan kerja,” imbuh Ratih.

Kedua, Indonesia butuh pemuda yang gigih. Dunia bergerak cepat dan penuh disrupsi. Kita tidak boleh menjadi generasi yang takut bermimpi besar atau gentar saat menghadapi kegagalan.

“Kegigihan adalah bahan bakar untuk terus bangkit, belajar, dan beradaptasi,” tandasnya.

Terakhir, dan mungkin yang terpenting adalah empati. Kecerdasan tanpa empati hanya akan melahirkan perpecahan. Di tengah derasnya arus informasi yang sering kali memecah belah, empati adalah perekat Bangsa Indonesia.

“Ia adalah kemampuan untuk ‘merasa’ sebagai satu bangsa, merangkul perbedaan sebagai DNA kekuatan kita, persis seperti semangat yang melandasi ikrar 1928,” tegas Ratih.

Peringatan Sumpah Pemuda ke-97 ini adalah momentum untuk bergerak bersama. Bangsa Indonesia harus percaya bahwa di setiap sudut negeri ini, ada anak-anak muda yang tangguh dan berani.

“Sebab, pemuda hari ini bukanlah pelengkap sejarah, melainkan penentu arah sejarah berikutnya. Mari kita jaga api ikrar ini dengan karya nyata untuk Indonesia yang bersatu dan disegani,” tukas Ratih. (Yudis/*)

Add Comment