Teguh Iswara Dorong Arsitektur Berbasis Kearifan Lokal
MAKASSAR (30 Oktober): Anggota Komisi V DPR RI, Teguh Iswara Suardi, menekankan arah pembangunan bangsa tidak dapat dilepaskan dari akar budaya dan identitas lokal. Ia mendorong arsitektur berbasis kearifan lokal menjadi pilar pembangunan berkelanjutan.
“Arsitektur bukan hanya soal estetika bangunan, tetapi refleksi jiwa bangsa. Dari rumah adat, aksara, hingga cara kita membangun ruang publik, semuanya menggambarkan siapa kita sebenarnya,” ujar Teguh dalam Seminar Nasional bertema ‘Arsitektur Budaya sebagai Cerminan Karakter dan Identitas Bangsa’, di Aula Fakultas Teknik Universitas Bosowa (Unibos), Makassar, Kamis (30/10/2025).
Seminar yang diinisiasi mahasiswa Fakultas Teknik Unibos itu menghadirkan semangat intelektual muda untuk menjadikan arsitektur sebagai wujud jati diri bangsa. Bukan sekadar bentuk fisik, melainkan simbol nilai, kearifan, dan karakter Indonesia.
Teguh menekankan pentingnya pengembangan arsitektur nusantara yang berakar pada budaya lokal, dengan pendekatan yang berkelanjutan dan inklusif.
Ia mencontohkan karya Manguloshi di Danau Toba, pemenang Sayembara Arsitektur Nusantara, yang menggabungkan filosofi ulos dan simbol naga sebagai perlambang perlindungan dan keberkahan.
Bangunan tersebut memiliki struktur hiperbolik paraboloid dengan amphitheater di tengah yang menghadap ke empat penjuru mata angin, menandakan keterbukaan dan persatuan dalam keberagaman.
“Konsep ini menunjukkan bahwa menggali nilai lokal bukan langkah mundur, tetapi lompatan maju. Semakin kita mengenal akar budaya sendiri, semakin kuat kita berdiri di dunia global,” kata Teguh.
Selain itu, Teguh juga menyoroti Perpustakaan Kabupaten Barru sebagai contoh penerapan arsitektur moderen yang tetap berpijak pada budaya Bugis.
Desain bangunan perpustakaan itu mengangkat aksara Lontara dan bentuk rumah panggung Bugis sebagai inspirasi, dengan sistem pencahayaan dan pendinginan alami.
Fasad berpola aksara Bugis berfungsi sebagai peneduh sekaligus simbol identitas budaya lokal.
Menurut Teguh, desain semacam itu dapat menjadi ruang edukatif yang menumbuhkan rasa bangga terhadap warisan budaya bangsa.
Sebagai anggota Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur, Teguh mengaitkan gagasan budaya dengan visi politiknya yakni pembangunan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada masyarakat.
Daerah pemilihan Teguh yakni Sulsel II yang meliputi Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Maros, Pangkep, dan Parepare disebutnya sebagai sabuk budaya Bugis yang memiliki potensi strategis dalam pengembangan konektivitas wilayah Sulawesi Selatan.
Lebih jauh Teguh menekankan pentingnya integrasi moda transportasi agar pelabuhan, bandara, dan jalur kereta api tidak lagi berjalan terpisah.
Ia juga mendorong keterpaduan antara transportasi publik dengan kawasan wisata dan pendidikan, guna mewujudkan sistem mobilitas yang efisien, ramah lingkungan, dan mendukung pemerataan ekonomi.
“Pembangunan infrastruktur bukan semata beton dan baja. Ia harus membangun peradaban, menghubungkan manusia, budaya, dan peluang ekonomi secara adil,” tutup Teguh. (Yudis/*)
 
			 
					 
                                 
                                