Putusan MK Pertegas Pengakuan terhadap Peran Perempuan dalam Politik
JAKARTA (4 November): Anggota Komisi XIII DPR RI, M Shadiq Pasadigoe, menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan keterwakilan perempuan minimal 30% di pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) DPR RI.
Menurut Shadiq, putusan tersebut merupakan langkah maju dan bukti nyata bahwa demokrasi Indonesia semakin inklusif, serta menghargai peran perempuan dalam politik dan kepemimpinan.
“Saya sangat mengapresiasi putusan MK ini. Ini bukan sekadar regulasi, tapi pengakuan terhadap peran penting perempuan dalam membangun bangsa. Indonesia semakin matang secara konstitusional dan moral,” ujar Shadiq di Jakarta, Sabtu (1/11/2025).
Ia menegaskan, putusan MK tersebut sejalan dengan semangat budaya Minangkabau yang telah lama menempatkan perempuan sebagai figur utama dalam kehidupan sosial.
“Di Minangkabau, perempuan itu adalah limpapeh rumah nan gadang — tiang utama yang menjaga marwah keluarga dan masyarakat. Jadi, ketika MK menegaskan 30 persen keterwakilan perempuan, sesungguhnya itu menghidupkan kembali nilai luhur yang sudah mendarah daging di tanah Minang,” ungkapnya.
Legislator Partai NasDem itu juga menyebut, langkah MK ini bukan hanya soal kesetaraan, tetapi juga tentang efektivitas dan kualitas kepemimpinan di parlemen.
“Kita butuh keseimbangan dalam mengambil keputusan strategis. Kehadiran perempuan akan memperkaya perspektif dan memperkuat etika politik di tubuh DPR. Ini momentum bersejarah yang harus kita sambut dengan kerja nyata,” tambahnya.
MK sebelumnya mengabulkan uji materi terhadap UU No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Dalam putusan No 169/PUU-XXII/2024, MK menegaskan kewajiban DPR memenuhi keterwakilan perempuan minimal 30 % dalam pimpinan AKD.
Shadiq menekankan pentingnya langkah cepat DPR dalam menyesuaikan tata tertibnya agar putusan tersebut segera terimplementasi.
“NasDem akan terus mendorong agar amanat ini tidak berhenti di atas kertas. Saya percaya, ketika perempuan diberi ruang, bangsa ini akan tumbuh lebih beradab, lebih manusiawi, dan lebih kuat. Dari perempuan Minang kita belajar, bahwa kepemimpinan sejati lahir dari keseimbangan akal dan hati,” pungkasnya. (Yudis/*)