Syarat Kesehatan Jangan Sampai Tutup Hak Masyarakat Berhaji
JAKARTA (6 NOVEMBER): Anggota Komisi VIII DPR RI, Dini Rahmania, meminta pemerintah berhati-hati dalam mengimplementasikan persyaratan istithaah (kemampuan fisik dan mental) calon jemaah haji.
Legislator Partai NasDem itu memahami niat baik pemerintah untuk menjaga keselamatan jemaah haji lewat pemeriksaan kesehatan yang ketat.
“Tapi di saat yang sama, kita juga perlu hati-hati agar kebijakan ini tidak justru menutup hak masyarakat untuk berhaji, terutama bagi mereka yang sudah menunggu puluhan tahun,” kata Dini, Kamis (6/11/2025).
Dini menekankan, istithaah kesehatan bukan alat untuk menolak, tapi sarana untuk mempersiapkan dan melindungi jemaah.
“Kalau ada penyakit tertentu, seharusnya fokusnya bukan langsung ‘tidak lolos’ tapi bagaimana negara bisa mendampingi, baik dengan pengawasan kesehatan, edukasi, atau fasilitas medis tambahan di Tanah Suci,” katanya.
Menurutnya, banyak calon jemaah haji lansia yang sakit ringan namun terkontrol. Mereka tetap bisa beraktivitas dengan baik, hanya butuh perhatian ekstra.
“Kalau langsung dilarang, rasanya tidak adil. Negara seharusnya hadir dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan berbasis data, bukan sekadar administratif,” ujarnya.
Ia berharap daftar penyakit yang diumumkan Kemenhaj nanti benar-benar didasarkan pada kajian medis dan etik yang kuat, bukan keputusan sepihak. Jika ada pembatasan, harus disertai penjelasan mitigasi dan solusi bagi jemaah yang terdampak.
“Intinya, keselamatan memang penting, tapi hak beribadah juga harus dijaga. Jangan sampai semangat melindungi justru berubah jadi pembatasan yang menyakiti hati calon tamu Allah,” ujarnya.
lebih lanjut Dini menyarankan pemerintah untuk membentuk Tim Penilai Istithaah Independen lintas profesi, tersiri dari dokter, etikawan, ahli hukum kesehatan, dan perwakilan jemaah.
“Pemerintah khusunya kemenhaj, Kemenag, BPKH dan kemenkes perlu mengevaluasi menyeluruh data kesehatan jemaah 3 tahun terakhir untuk melihat korelasi antara penyakit dan kematian/risiko tinggi di haji,” ujarnya.
Ia juga mendorong publikasi daftar penyakit harus disertai penjelasan mitigasi dan alternatif, bukan sekadar larangan.
“Pendidikan kesehatan haji, pra-keberangkatan, perlu diperkuat di tingkat KUA dan Puskesmas, agar calon jemaah bisa mempersiapkan diri sejak awal,” tukas Dini. (Yudis/*)