Muslim Ayub Ingatkan tentang Pentingnya Pengelolaan dan Konservasi Simbol Negara
BOGOR (7 November): Anggota Komisi XIII DPR RI, Muslim Ayub, memberikan sejumlah catatan penting terkait pengelolaan, konservasi, serta pemanfaatan publik terhadap aset bersejarah milik negara, yakni Istana Kepresidenan Bogor.
Menurutnya, istana yang dibangun pada abad ke-18 itu tidak hanya memiliki nilai sejarah dan arsitektur tinggi, tetapi juga merepresentasikan simbol negara yang harus dikelola dengan prinsip akuntabilitas, konservasi, dan keterbukaan publik.
“Saya menyampaikan apresiasi atas kondisi fisik dan tata kelola Istana Bogor. Namun kita juga perlu memastikan bahwa simbol negara yang sarat dengan nilai sejarah ini dikelola dengan prinsip akuntabilitas, konservasi, dan kemanfaatan publik,” ujar Muslim seusai Kunker Spesifik Komisi XIII DPR ke Istana Kepresidenan Bogor, Kamis (6/11/2025).
Ia menyoroti bahwa secara umum pengelolaan aset oleh Kementerian Sekretariat Negara telah memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), namun masih terdapat beberapa tantangan, terutama dalam hal pendataan dan dokumentasi aset serta koleksi istana.
“Beberapa hasil dan koleksi istana belum terdaftar secara digital maupun terdokumentasi secara sistematis. Hal ini penting agar pelaporan aset negara lebih transparan dan akurat,” tambahnya.
Muslim juga menyinggung pentingnya pemanfaatan publik Istana Bogor melalui kegiatan seperti Istana Untuk Rakyat (ISURA) yang sempat diselenggarakan pada tahun 2014. Menurutnya, kegiatan tersebut terbukti mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat, lebih dari 25.000 pengunjung hadir selama pelaksanaan.
“Program Istana Untuk Rakyat menunjukkan antusiasme tinggi masyarakat terhadap simbol-simbol kenegaraan. Sayangnya, kegiatan seperti ini belum menjadi agenda tahunan, padahal manfaat sosial, edukatif, dan ekonominya sangat besar, terutama bagi warga Bogor dan sekitarnya,” katanya.
Muslim juga membandingkan pengelolaan konservasi di Istana Bogor dengan beberapa istana lainnya, seperti Istana Merdeka dan Istana Cipanas, yang telah lebih dahulu menjalankan inovasi dalam sistem perawatan artefak dan bangunan bekerja sama dengan lembaga konservasi nasional.
“Istana Bogor perlu memiliki rencana konservasi jangka panjang yang terukur dan berbasis prinsip pelestarian. Saya mendorong Kemensetneg untuk menyusun rencana konservasi 10 tahun sesuai dengan Perpres Nomor 148 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Istana dan Koleksi Kepresidenan,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengusulkan agar dibangun sistem e-registry aset dan koleksi istana yang mencatat kondisi setiap elemen bersejarah serta siklus perawatannya. Selain itu, ia mendorong agar program pemanfaatan publik berbasis konservasi dijalankan secara rutin tanpa mengganggu kelestarian bangunan dan artefak bersejarah.
“Sistem digitalisasi aset harus segera diwujudkan agar setiap elemen bersejarah tercatat dengan baik. Sementara itu, kegiatan publik seperti wisata edukasi dan open house perlu dijalankan secara teratur dengan prinsip pelestarian,” ujarnya.
Di akhir pernyataannya, Muslim juga menyoroti perlunya pembaruan sarana dan prasarana pendukung di lingkungan Istana Kepresidenan Bogor, termasuk kendaraan operasional yang dinilai sudah berusia tua. Ia berharap hal ini dapat menjadi perhatian dalam pembahasan anggaran bersama Komisi XIII DPR dan Kementerian Sekretariat Negara.
“Saya melihat masih ada kendaraan operasional yang sudah cukup tua. Hal-hal seperti ini juga penting diperhatikan agar pelayanan dan pemeliharaan aset negara bisa berjalan optimal,” kata Muslim.
“Pelestarian Istana Kepresidenan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal menjaga identitas dan sejarah bangsa,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)