RUU PSdK Perkuat Peran Negara Melindungi Saksi dan Korban
JAKARTA (12 November): Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan draf RUU tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSdK) kepada Badan Legislasi DPR untuk diharmonisasi sesuai tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan.
RUU yang merupakan bagian dari Prolegnas 2025 itu bertujuan memperkuat peran negara dalam memberikan perlindungan menyeluruh kepada saksi dan korban, termasuk informan dan ahli.
“Selama ini hukum kita cenderung berorientasi pada pelaku. Negara menghukum seberat-beratnya (kepada pelaku), tapi belum sepenuhnya hadir untuk memberikan perlindungan kepada korban,” ujar Willy dalam di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Legislator dari Fraksi Partai NasDem itu pun menegaskan, semangat dari RUU PSdK adalah merespon kebutuhan akan sistem peradilan yang memiliki perspektif korban, sebagaimana telah dimulai dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Willy menambahkan bahwa kehadiran RUU ini juga berupaya menyeimbangkan paradigma hukum yang selama ini hanya berpihak pada satu sisi.
“Ini adalah upaya progresif untuk memberikan keseimbangan, tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban. Bahkan dalam RKUHAP yang baru, sudah mulai ada dorongan untuk penerapan restorative justice,” jelasnya.
Willy juga menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam memperluas perlindungan bagi saksi dan korban. Menurutnya, inisiatif seperti program Sahabat Saksi dan Korban menjadi bentuk nyata kolaborasi voluntaris dari masyarakat sipil yang membantu proses pendampingan dan perlindungan korban di berbagai daerah.
Upaya ini, lanjutnya, menjadi bagian dari strategi memperkuat kehadiran negara melalui sinergi antara lembaga dan partisipasi publik.
“Selama ini LPSK hanya ada di pusat. Dengan perubahan ini, kita dorong agar juga hadir di wilayah dan kabupaten,” ujarnya.
Selain itu, Willy mengungkapkan urgensi pembentukan victim trust fund atau dana abadi korban. Menurutnya, banyak korban belum mendapatkan penanganan layak karena keterbatasan anggaran.
“LPSK bahkan memiliki, kalau boleh dibilang, tunggakan ke beberapa rumah sakit. Kita pernah memfasilitasi penyelesaiannya bersama BPJS dan Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.
Willy pun berharap melalui pengesahan RUU PSdK, negara dapat menghadirkan wajah hukum yang lebih manusiawi. Komisi XIII pun menargetkan RUU ini dapat disahkan sebagai hak inisiatif DPR dalam masa sidang berjalan, seiring dengan dukungan politik lintas komisi.
“Kalau ini jadi, benar-benar wajah humanisme dalam peradilan kita akan hadir secara konkret,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)