Revisi UU Penyiaran Mengedepankan Keadilan bagi Industri Media

JAKARTA (13 November): Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, menekankan pentingnya revisi UU No. 32/2002 tentang Penyiaran. Salah satu yang menjadi perhatian ialah agar tercipta regulasi yang adil terhadap semua pelaku media, baik konvensional maupun digital.

“Salah satu semangat utamanya adalah menutup kesenjangan regulasi agar konten pada platform OTT (over the top) maupun UGC (user generated content) tunduk pada pedoman yang sejalan dengan roh P3SPS yakni proporsional, terukur, dan tidak mematikan inovasi. Prinsipnya sederhana, satu publik, satu standar perlindungan,” jelas Amelia.

Pandangan itu disampaikan Amelia saat menyampaikan keynote speech pada Sekolah P3SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran) Angkatan LIV bertajuk ‘Mewujudkan Siaran yang Melindungi Publik’, di Kantor KPI Pusat, Rabu (12/11/2025).

Menurut Amelia, terjadinya perubahan lanskap media yang cepat membuat batas antara siaran linear dan konten daring semakin tipis dengan tantangan yang semakin berlapis.

Ia juga mencontohkan negara yang sudah menerapkan pengaturan terkait penyiaran melalui media digital antara lain Uni Eropa dengan Audiovisual Media Service Directive (AVMSD) dan Digital Service Act (DSA), Inggris Raya dengan Online Safety Act, Kanada dengan Online Streaming Act, serta Australia dengan eSafety (Safety by Design).

“Indonesia punya kekuatan rujukan sendiri yaitu P3SPS dan KPI, yang apabila dikontekstualkan ke ranah digital akan menjadi model Asia yang berakar pada nilai-nilai kita, yakni keberagaman, kesantunan atau kesopanan, dan tanggung jawab sosial,” jelas Amelia.

Adanya Sekolah P3SPS, kata Amelia, dapat menjadi pagar moral, standar profesional, dan kontrak sosial antara industri dan masyarakat.

Amelia menyampaikan tiga hal yang bisa dijadikan kompas arah mutu siaran. Pertama, kualitas merupakan amanah publik, yang berarti bahwa kualitas siaran tidak lahir dari sensor, melainkan dari tanggung jawab editorial.

Kedua, kesetaraan standar lintas platform, yang juga berarti kesetaraan beban tanggung jawab bagi semua platform penyiaran. Terakhir, ruang aman untuk inovasi yang bertanggungjawab. Hal ini berarti bahwa kebebasan, bisa bekerja optimal bila ada pedoman atau rambu-rambunya.

Amelia menyerukan seluruh pemangku kepentingan berperan penting dalam mewujudkan siaran yang melindungi publik. Sementara industri penyiaran juga diharapkan menjadikan P3SPS bukan sekadar kewajiban, melainkan keunggulan kompetitif dengan mengintegrasikan etika ke dalam proses produksi dan pengawasan mutu.

Adapun para kreator dan pemengaruh diminta menjaga tanggung jawab digital dengan mengutamakan akurasi dibanding sensasi. Ia juga meminta akademisi dan KPID untuk terus memperkuat riset berbasis bukti guna mendukung kebijakan yang tepat sasaran.

Dalam kesempatan ini, Amelia meminta KPI untuk terus melanjutkan kegiatan Sekolah P3SPS. Menurutnya, sekolah ini dapat menjadi motor perubahan dan kolaborasi lintas sektor.

“Siaran yang melindungi publik bukan tujuan akhir, tapi jalan panjang menuju peradaban informasi yang dewasa. Di jalan itu, P3SPS adalah kompasnya, KPI adalah penjaganya, DPR adalah pengawal regulasinya, dan insan penyiaran adalah penggerak utamanya. Mari kita jaga kompas itu bersama-sama dengan integritas, profesionalisme, dan keberpihakan pada publik,” tukasnya. (Yudis/*)

Add Comment