Perlu UU Khusus untuk Lindungi Anak dari Paparan Konten Berbahaya

JAKARTA (14 November): Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Arif Rahman, mendorong adanya Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Siber. Baleid itu diharapkan menjadi payung hukum bagi keselamatan anak-anak Indonesia di ruang digital.

Menurut Arif, RUU itu mendesak untuk dibahas karena hingga kini belum ada regulasi khusus yang secara komprehensif melindungi anak dari paparan konten berbahaya di dunia maya.

“Menurut hemat saya sih perlu diusulkan RUU Perlindungan Siber,” ujar Arif kepada wartawan di Jakarta, Kamis (13/11/2025).

Ia sependapat dengan usulan Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Bambang Haryadi yang telah mengusulkan RUU tersebut. Maraknya pengguna media sosial usia dini berpotensi terpapar konten negatif.

“Saya sepakat dengan Pak Bambang Haryadi yang menginisiasi usulan RUU Perlindungan Siber. Karena itu tadi, pengguna medsos di usia dini dampaknya serius,” ujarnya.

Arif menilai, anak-anak Indonesia kini menjadi kelompok pengguna internet paling rentan. Banyak dari mereka bermain media sosial tanpa pengawasan orangtua, sehingga mudah terpapar konten negatif seperti kekerasan, pornografi, hingga penipuan digital.

Data terbaru Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat jumlah pengguna internet di Indonesia tahun 2025 mencapai 229,4 juta jiwa atau sekitar 80,66% dari total populasi. Dari jumlah itu, 48% merupakan remaja di bawah usia 18 tahun.

“Artinya, ruang siber kita sudah menjadi ruang bermain dan belajar bagi anak-anak. Negara harus hadir memberi perlindungan,” tegas legislator Nasdem dari Dapil Banten I (Lebak dan Pandeglang) itu.

Arif mencontohkan sejumlah negara yang sudah lebih dulu menerapkan regulasi ketat untuk melindungi anak dari dampak negatif media sosial. Australia, misalnya, melarang penggunaan Instagram dan Facebook bagi anak di bawah usia 16 tahun.

Prancis mengharuskan platform digital memperoleh persetujuan orangtua sebelum anak di bawah 15 tahun membuat akun media sosial. Inggris juga memiliki Undang-Undang Keamanan Daring (Online Safety Act) yang memperketat tanggung jawab platform digital terhadap konten berisiko bagi anak.

Di Filipina, pengguna media sosial bahkan diwajibkan menggunakan nomor dan identitas resmi saat membuat akun untuk mencegah akun anonim yang bisa disalahgunakan.

Menurut Arif, Indonesia perlu segera memiliki undang-undang serupa agar upaya literasi digital yang digencarkan pemerintah bisa berjalan seimbang dengan sistem perlindungan hukum yang kuat.

Ia menambahkan, RUU Perlindungan Siber nantinya juga akan memperkuat penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, yang sudah resmi berlaku penuh pada Oktober 2024.

“Kalau anak-anak kita bisa dilindungi dari paparan negatif dan kebocoran data pribadi sejak dini, itu berarti kita sedang menyiapkan generasi digital yang sehat dan aman,” pungkasnya. (*)

Add Comment