NasDem Pelajari Integrasi Budaya dan Pariwisata di Desa Kuno Heshun
HESHUN, YUNNAN (16 November): Tidak banyak desa kuno yang mampu merawat warisan sejarah ratusan tahun sambil tumbuh sebagai destinasi pariwisata modern yang hidup dan berdaya.
Namun, Heshun Old Town di Provinsi Yunnan, Tiongkok, membuktikan bahwa keduanya bisa berjalan beriringan. Desa berusia lebih dari enam abad itu menjadi contoh paling menonjol bagaimana budaya dapat diintegrasikan dengan pariwisata secara cerdas, berkelanjutan, dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Di sinilah delegasi Partai NasDem memusatkan perhatian dalam kunjungannya dengan mempelajari bagaimana Heshun mampu mengembangkan model integrated cultural and tourism development yang kini diakui sebagai salah satu yang paling berhasil di Tiongkok.
Heshun menawarkan lanskap budaya yang utuh: rumah tradisional Ming-Qing, perpustakaan tua bersejarah, museum jalur perdagangan kuno, kerajinan komunitas, serta jejak intelektual dari tokoh besar Tiongkok modern. Tetapi yang membuatnya istimewa bukan sekadar bangunan bersejarahnya, melainkan bagaimana seluruh warisan itu dihidupkan kembali untuk mendukung ekonomi komunitas.
Wartawan partainasdem.id, N.D.Santoso melaporkan dari Heshun Yunnan, Tiongkok, Minggu (16/11), keistimewaan desa kuno Heshun di antaranya adalah rumah leluhur menjadi homestay, aula tradisional menjadi ruang budaya, kerajinan lokal berkembang menjadi UMKM, dan festival budaya dikelola oleh warga. Setiap unsur budaya dipertahankan, namun diberi fungsi baru yang menghidupkan perekonomian desa tanpa menghilangkan jati dirinya.
Salah satu titik penting dalam integrasi budaya ini adalah Ai Siqi Memorial Hall, museum yang didedikasikan bagi pemikir Tiongkok, Ai Siqi. Kehadiran memorial hall tidak hanya memperkaya dimensi intelektual Heshun, tetapi juga memperkuat karakter desa sebagai pusat pembelajaran dan wisata budaya, bukan sekadar tempat berswafoto.
Ketua Delegasi NasDem, Rio Okto Mendrino Waas, menilai bahwa Heshun memiliki relevansi strategis bagi pembangunan desa dan kota bersejarah di Indonesia.
“Heshun menunjukkan bahwa sejarah dan budaya dapat menjadi fondasi ekonomi masa depan. Desa-desa kita punya kekayaan serupa, bahkan lebih besar. Jika dikelola dengan visi dan integrasi seperti ini, desa bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan kebudayaan,” tegas Rio.
Pandangan itu diperkuat Damianus Bilo, Staf Khusus Ketua Umum Partai NasDem, yang menilai bahwa kunci keberhasilan Heshun terletak pada keseimbangan antara pelestarian dan inovasi.
“Heshun tidak kehilangan jati diri tapi justru mampu merawat warisan budaya, sekaligus memberi ruang bagi modernitas dan kreativitas masyarakat. Ini model yang sangat relevan untuk Indonesia yang tak kalah kaya akan tradisi dan narasi sejarah,” ujarnya.
Sementara itu, Laurentia Mellynda, anggota Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Cirebon, Jawa Barat, melihat pengelolaan Heshun sebagai peluang kuat untuk diterapkan di dapilnya, yaitu kota sejarah yang dikenal dengan keraton, kuliner, batik, seni tradisi, dan pariwisata budaya.
“Cirebon punya modal budaya yang luar biasa. Jika menerapkan pendekatan seperti Heshun yang mampu terintegrasi, berbasis komunitas, dan menghidupkan aset sejarah maka Kota Cirebon dapat tumbuh menjadi destinasi budaya kelas dunia. Ini peluang besar untuk UMKM, pariwisata, dan identitas kota. Kita punya semua modalnya yaitu sejarah, identitas, dan cerita. Tinggal mengemasnya,” jelas Laurentia.
Kunjungan tersebut mempertegas pandangan Delegasi NasDem bahwa pembangunan Indonesia tidak harus selalu dimulai dari proyek besar di kota metropolitan. Justru desa dan kota bersejarah dapat menjadi pusat pertumbuhan baru ketika budaya diberdayakan secara cerdas dan pariwisata dikelola berbasis komunitas.
Kunjungan itu merupakan bagian dari rangkaian program Delegasi NasDem dan ASEAN di Tiongkok pada 12-19 November, yang difasilitasi International Department of the Communist Party of China (IDCPC), mencakup dialog politik, kunjungan pusat riset, serta diplomasi kebudayaan.
(NS/KL)