Potensi Energi Panas Bumi di Jambi Harus Dikembangkan
BOGOR (17 November): Anggota Komisi XII DPR RI, Syarif Fasha, berharap potensi energi panas bumi di Provinsi Jambi masuk dalam rencana pengembangan energi terbarukan nasional.
Ia menilai bahwa penyebutan wilayah Sumatra dalam paparan perusahaan masih belum mencakup daerah dengan potensi besar seperti Jambi untuk masuk dalam rencana pengembangan energi terbarukan nasional.
“Tadi dikatakan bahwa (ada rencana pengembangan energi terbarukan) ke Sumatra. Saya pertanyakan Sumatranya di mana, karena betul-betul dapil kami di Jambi. Ternyata dia katakan di wilayah Lampung,” ujar Fasha dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi XII DPR di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak, Bogor, Jawa Barat, Jumat (14/11/2025).
Menurutnya, Jambi memiliki potensi panas bumi yang sangat besar, terutama di Kabupaten Kerinci. Fasha menjelaskan bahwa sumber panas bumi di wilayah tersebut berada dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat.
“Sumbernya itu ada di salah satu konservasi Taman Hutan Nasional yaitu Taman Nasional Kerinci Sebelah. Dan kita bisa melihat langsung, ini uniknya di situ, bisa melihat lagi salah satu tempat sumber air panasnya,” ungkapnya.
Meski demikian, Fasha menekankan pentingnya menakar dampak lingkungan dalam setiap rencana ekspansi, terutama melihat banyaknya kekhawatiran masyarakat yang muncul terhadap aktivitas PLTP.
“Bapak sendiri melihat sebenarnya pengembangan ini akan berdampak lagi nggak sih kepada lingkungan Pak? Melihat hari ini saja di Bogor banyak sekali keluar (kekhawatiran masyarakat) terhadap lingkungan itu. Itu yang saya maksud tadi,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa perusahaan harus memastikan tanggung jawab sosial dan lingkungan berjalan beriringan. Menurutnya, masih banyak masyarakat yang merasa takut karena kurangnya penjelasan mengenai aktivitas PLTP.
“Jadi tanggung jawab sosial itu berdampingan dengan tanggung jawab lingkungan. Kita melihat saja power supply-nya udah takut kan. Keluar asap putih banyak sekali,” kata Fasha.
Fasha menambahkan bahwa ketakutan masyarakat muncul akibat minimnya edukasi mengenai teknologi panas bumi. Ia berharap sosialisasi dapat dilakukan secara menyeluruh agar masyarakat tidak lagi cemas terhadap potensi risiko operasional PLTP.
“Jangan sampai nanti, apapun nama bentuknya, apakah ini untuk EBTI dan lain sebagainya yang memberikan dampak luar biasa terhadap negara ini. Tetapi bagi masyarakat di lingkungan sana ada timbul ketakutan. Ketakutan terhadap reaksi power supply ini,” jelasnya.
Fasha menutup pernyataannya dengan mengingatkan pentingnya penanganan risiko dan edukasi yang komprehensif.
“Kemudian kalau terjadi sesuatu eksiden dan lain sebagainya bagaimana. Kalau ini sudah diedukasi maka masyarakat juga tidak merasakan ketakutan,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)