Perlu Kepastian bagi 80% Calon Jemaah yang Terancam Gagal Berangkat
JAKARTA (19 November): Anggota Komisi VIII DPR RI, Sri Wulan, mendesak Kementerian Haji dan Umrah memberikan kepastian terkait nasib 80% calon jemaah haji yang telah menjalani berbagai tahapan persiapan, namun terancam tidak diberangkatkan akibat perubahan regulasi.
Wulan menyoroti minimnya penjelasan mengenai progres persiapan haji tahun 2026. Ia menilai paparan kementerian tidak menjawab kebutuhan utama publik, yaitu kejelasan jadwal, kesiapan lapangan, serta sosialisasi atas aturan baru.
“Bagaimana dengan 80% jemaah yang sudah melakukan tahapan lengkap, membayar biaya, dan siap berangkat? Tiba-tiba dengan aturan baru mereka tidak diberangkatkan. Ini menimbulkan kekecewaan luar biasa,” tegas Wulan dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
Ia mengungkapkan bahwa mayoritas calon jemaah sudah melakukan pasporisasi, tes kesehatan, hingga manasik mandiri yang memerlukan biaya tidak sedikit. Namun berdasarkan laporan masyarakat yang diterimanya, banyak dari mereka justru terdepak dari daftar keberangkatan.
Wulan juga mencontohkan laporan dari beberapa daerah, termasuk Sulawesi Selatan, di mana sejumlah kabupaten/kota yang tadinya dijadwalkan berangkat justru tidak mendapatkan kuota, bahkan hingga 2–3 tahun ke depan. Menurutnya, perubahan regulasi harusnya diberlakukan tahun depan, bukan mendadak tahun 2026.
Selain itu, Wulan meminta penjelasan terkait standarisasi biaya manasik dari KBIHU yang nilainya sangat beragam, dari Rp2,5 juta hingga Rp12 juta, yang dinilai berpotensi memberatkan jemaah.
Ia juga mempertanyakan target finalisasi dan distribusi modul manasik yang disebut selesai pada Januari 2025 atau 2026, karena penjelasan yang diberikan dianggap tidak jelas.
Legislator Partai NasDem itu menambahkan bahwa banyak laporan dari daerah yang merasa kebingungan karena Direktorat Jenderal PHU telah dibubarkan, sementara perwakilan Kementerian Haji dan Umrah belum tersedia di provinsi maupun kabupaten/kota. Kondisi ini dianggap membuat layanan haji di daerah tidak memiliki kepastian struktur maupun alur pelayanan.
Dalam rapat tersebut, ia menegaskan bahwa Komisi VIII meminta pemerintah menjaga kenyamanan dan harapan jemaah dengan memastikan aturan baru tidak menimbulkan kericuhan, terutama bagi mereka yang sudah memenuhi seluruh persyaratan dan merasa berhak berangkat tahun ini. (Yudis/*)