NasDem Berkomitmen Percepat Eliminasi TBC di Indonesia
JAKARTA (27 November): Fraksi Partai NasDem DPR RI menegaskan komitmennya mempercepat eliminasi tuberkulosis (TBC) di Indonesia, menyusul tingginya beban kasus yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kasus TBC terbesar kedua di dunia.
Penegasan itu disampaikan dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Bersama Berantas TBC: Menuju Indonesia Bebas TBC 2030’ yang digelar Fraksi NasDem di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/11/2025).
Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi NasDem, Irma Suryani, menekankan bahwa situasi TBC di Indonesia sudah memasuki tahap yang membutuhkan intervensi lebih cepat dan lebih serius dari pemerintah.
“Alhamdulillah hari ini kita di Fraksi Partai NasDem mengadakan FGD tentang eliminasi tuberkulosis yang memang saat ini di dunia kita itu nomor dua, di bawah India, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang TBC-nya sangat tinggi. Dan tentu ini harus segera dilakukan intervensi oleh pemerintah,” tegas Irma.
Irma menambahkan bahwa penularan TBC yang masih belum dapat dikendalikan membuat dampaknya meluas, baik pada kesehatan masyarakat maupun kondisi sosial ekonomi. Ia berharap forum ini dapat menjadi ruang untuk mengumpulkan masukan penting bagi pemerintah.
“Untuk itu kita melakukan FGD agar masukan dari semua pihak bisa kita tampung dan kita sampaikan kepada pemerintah,” ujarnya.
FGD tersebut juga dihadiri Wakil Menteri Kesehatan, Benjamin Paulus Octavianus, yang menegaskan bahwa pemerintah memasukkan pemberantasan TBC sebagai salah satu prioritas nasional dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Yang tadi Ibu Irma katakan, kita hari ini 10 persen kasus TB di dunia ada di Indonesia. Jadi pemerintah concern. Dalam program pemerintah, salah satunya adalah pemberantasan TBC secara maksimal,” kata Benjamin.
Benjamin menjelaskan bahwa meski capaian penemuan kasus meningkat signifikan dalam dua tahun terakhir, masih ada jutaan masyarakat yang berisiko terinfeksi dari kasus yang belum ditemukan atau belum mendapat pengobatan.
“Sekarang baru 65 persen notifikasi kasus di Jakarta. Artinya, 35 persen kasus TBC enggak diobatin, dan itu ada di sekitar kita. Selama belum ditemukan 100 persen, selama TBC masih ada ya pasti menular,” ujarnya.
Ia menyoroti bahwa eliminasi TBC tidak dapat dikerjakan oleh sektor kesehatan semata. Pemerintah, kata Benjamin, melibatkan 31 kementerian dan lembaga untuk memastikan penanganan TBC terintegrasi mulai dari gizi, permukiman, hingga layanan kesehatan.
Benjamin juga menekankan pentingnya meningkatkan kesadaran publik untuk segera memeriksakan diri jika mengalami gejala. “Tujuan kami nomor satu adalah mengedukasi masyarakat. Nggak usah takut, ada obatnya gratis dari pemerintah,” ujarnya.
Ia menyebut hingga 27 November 2027 baru 750.000 kasus berhasil ditemukan, sementara sekitar 300.000 kasus masih harus dikejar hingga akhir tahun. “Selama masih ada orang sakit yang tidak diobati dan berkeliaran, maka TB di Indonesia nggak pernah berakhir,” tegas Benjamin.
FGD turut dihadiri berbagai ahli lintas sektor, dari Kementerian Kesehatan, BPOM, WHO Indonesia, akademisi Fakultas Kedokteran UI, hingga dokter spesialis paru, sebagai bentuk komitmen bersama memperkuat kolaborasi dalam mencapai target Indonesia Bebas TBC 2030. (Yudis/*)