Larangan Impor Pakaian Bekas demi Kepastian Hukum dan Ekonomi

JAKARTA (2 Desember): Anggota Komisi VI DPR RI, I Nengah Senantara, menegaskan bahwa pelarangan impor pakaian bekas merupakan kebijakan yang berlandaskan hukum sekaligus bertujuan melindungi kepentingan masyarakat luas.

Pemerintah, kata Nengah, wajib hadir tidak hanya untuk melindungi, tetapi juga memastikan aturan dijalankan secara adil.

“Negara hadir memang untuk melindungi masyarakat. Tetapi negara hadir juga untuk menerapkan aturan hukum agar adil untuk semuanya,” tegas Senantara dalam RDPU Komisi VI DPR dengan beberapa asosiasi masyarakat, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/12/2025).

Ia menjelaskan bahwa kebijakan impor, termasuk larangan memasukkan pakaian bekas dari luar negeri telah diatur oleh ketentuan yang jelas, salah satunya Permendag No. 40/2022.

“Kehidupan berbangsa dan bernegara itu diatur oleh hukum. Menteri Keuangan dan pemerintah tentu mempertimbangkan banyak aspek dalam impor, ekspor, termasuk peredaran barang,” ujarnya.

Menurutnya, ada beberapa aspek penting yang harus dipahami publik dalam melihat isu impor barang, terutama pakaian bekas. Aspek pertama adalah legalitas.

“Dari sisi hukum dan legal, ini sesuai dengan Permendag No. 40/2022 yang melarang impor barang bekas. Tetapi apapun itu, kalau menyangkut kepentingan masyarakat banyak, barangkali nanti ada pengecualian,” kata Nengah.

Kedua adalah aspek ekonomi, yang menurutnya penting agar perdagangan nasional tetap sehat dan tidak merugikan pelaku usaha lokal termasuk UMKM.

Ia meminta para pelaku usaha yang selama ini mengandalkan impor pakaian bekas untuk mempertimbangkan alternatif yang lebih sesuai regulasi.

“Tolong dipahami juga buat bapak-bapak ibu-ibu yang barangkali ada usaha impor barang bekas. Alangkah bagusnya kalau memang ada usaha itu barang lokal bekas yang kita jual belikan di negara kita,” ujarnya.

Senantara berharap penjelasan itu dapat memberikan pencerahan bagi masyarakat dan pelaku usaha agar memahami bahwa setiap kebijakan pemerintah, dibuat dengan mempertimbangkan keadilan, hukum, dan keberlangsungan ekonomi nasional. (Yudis/*)

Add Comment