Teguh Iswara Harap Program BSPS Adaptif terhadap Kondisi Lapangan

JAKARTA (5 Desember): Upaya menghadirkan rumah layak huni bagi masyarakat kurang mampu membutuhkan perencanaan yang lebih adaptif terhadap kondisi lapangan serta keberpihakan yang konsisten terhadap pemerataan pembangunan.

“Ini komitmen besar pemerintah. Program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) adalah wujud keberpihakan negara kepada masyarakat yang paling membutuhkan,” ujar anggota Komisi V DPR, Teguh Iswara Suardi, dalam Rapat Kerja Komisi V dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (4/12/2025).

Teguh menyampaikan apresiasi kepada pemerintah atas alokasi anggaran cukup besar pada program BSPS 2025. Menurutnya, skala prioritas tersebut menjadi bukti nyata bahwa negara hadir untuk memastikan rakyat yang kurang mampu mendapatkan rumah layak, aman, dan sehat.

Ia mengangkat persoalan keterlambatan dimulainya pekerjaan BSPS di sejumlah daerah pegunungan di Dapilnya Sulsel II yang meliputi Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bone, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten Barru, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Wajo, dan Kota Parepare.

Keterlambatan tersebut membuat sejumlah fasilitator tidak berani memulai pembangunan rumah-rumah yang sebenarnya sangat layak dibantu karena terkendala waktu, akses, dan kondisi geografis.

Teguh mengusulkan agar pelaksanaan BSPS dibagi menjadi dua fase, misalnya pada bulan Maret–April dan Agustus–September, sehingga sejak awal pekerjaan dapat diprioritaskan untuk daerah 3T atau wilayah sulit dijangkau.

Pembagian fase ini, menurut Teguh, akan memastikan adanya pemerataan dan percepatan yang lebih efektif.

“Semua warga negara berhak mendapatkan rumah layak huni. Dengan pembagian fase, daerah terpencil tidak lagi tertinggal, dan pelaksanaan bisa lebih terukur,” tegasnya.

Selain itu, Teguh menyoroti kebutuhan besar terhadap tenaga fasilitator baru seiring peningkatan target BSPS yang mencapai 400 ribu unit.

Ia menjelaskan bahwa tahun sebelumnya tidak ada rekrutmen fasilitator baru, sehingga pada 2026 perlu dibuka kesempatan bagi para insinyur muda untuk terlibat.

Menurut Teguh, regenerasi tenaga fasilitator bukan hanya penting untuk keberlanjutan program, tetapi juga membuka ruang bagi generasi muda untuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru.

“Anak-anak muda harus diberi ruang. Mereka memiliki kualitas dan energi besar. Dengan target 400 ribu unit, terbuka peluang ekonomi bagi vendor, tukang, tenaga ahli, hingga fasilitator,” ujarnya.

Teguh juga menekankan pentingnya melibatkan tenaga lokal di daerah lokasi pelaksanaan BSPS agar dampak ekonominya dapat langsung dirasakan masyarakat.

Dengan memberdayakan vendor dan tukang setempat, program ini dapat berfungsi ganda: memperbaiki hunian sekaligus menggerakkan ekonomi daerah.

“Program BSPS bukan hanya membangun rumah, tetapi menghidupkan ekonomi lokal. Ini yang harus kita jaga,” tutup Teguh. (Yudis/*)

Add Comment