Perbarui Peran Kadin dalam Ekosistem Perekonomian Nasional
JAKARTA (9 Desember): Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Martin Manurung, menegaskan perlunya penguatan landasan filosofis dalam revisi UU No. 1/1987 tentang Kamar Dagang dan Industri (Kadin).
Martin memaparkan bahwa sejarah perekonomian Indonesia telah melalui berbagai fase, mulai dari dominasi negara pascakemerdekaan, tumbuhnya konglomerasi pada era Orde Baru, hingga pengurangan drastis peran negara di masa reformasi atas dorongan lembaga internasional.
Menurutnya, dinamika itu perlu menjadi pijakan dalam merumuskan posisi ideal sektor swasta dan negara dalam undang-undang yang baru.
“Kita sekarang ingin mencari keseimbangan. Secara filosofis, bagaimana sebenarnya peran swasta dalam perekonomian Indonesia dalam rangka mencapai tujuan nasional kita?” ujar Martin dalam Rapat Pleno Baleg di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Rapat tersebut membahas naskah akademik penyusunan RUU Kadin bersama Badan Keahlian DPR. Revisi UU tersebut sebagai bagian dari upaya memperbarui peran Kadin dalam ekosistem perekonomian nasional.
Martin menekankan bahwa Pasal 33 UUD 1945 semestinya tidak dimaknai sebagai pembatas yang mematikan ruang usaha swasta, melainkan penuntun untuk menyeimbangkan peran negara dan peran sektor privat tanpa saling tumpang tindih.
Ia memandang bahwa peran swasta harus dibangun dengan tanggung jawab yang kuat terhadap negara dan masyarakat, termasuk mendorong kesinambungan antara industri besar dan UMKM.
Menurutnya, Indonesia harus belajar dari krisis 1998 ketika rantai usaha besar tidak memiliki keterhubungan yang kuat dengan sektor menengah dan kecil, sehingga perekonomian terguncang lebih berat dibanding negara seperti Korea Selatan.
Pada bagian batang tubuh RUU, Martin sejalan dengan pandangan anggota Baleg lainnya bahwa undang-undang seharusnya hanya mengatur hal-hal pokok, bukan detail yang semestinya berada di dalam AD/ART Kadin termasuk detail persyaratan Ketua Umum.
“Persyaratan ketua umum, syarat organisasi, itu enggak perlu diatur terlalu detail dalam undang-undang. Kalau ada kebutuhan perubahan, nanti malah repot,” tegasnya.
Ia juga meminta agar ketentuan mengenai pengesahan organisasi diperjelas, apakah cukup melalui Kementerian Hukum dan HAM seperti partai politik, atau masih memerlukan Keputusan Presiden.
Legislator Fraksi Partai NasDem itu menilai penting untuk memastikan bahwa mekanisme tersebut relevan dengan kondisi saat ini dan tidak sekadar meniru model lama.
Terkait pengaturan data dan informasi, Martin mengingatkan agar draf revisi UU Kadin selaras dengan RUU Statistik yang sudah diajukan DPR. Sementara mengenai sengketa bisnis, ia menilai fungsi Kadin lebih tepat ditempatkan sebagai lembaga mediasi sebelum perkara dibawa ke aparat penegak hukum atau lembaga yudisial.
“Penetapan Presiden juga perlu didalami lebih lanjut supaya tidak membebani, tapi tetap menjamin kepastian organisasi,” tambahnya. (dpr.go.id/*)