Atang Nilai TSM Harus Berbanding Lurus dengan Kehilangan Suara

JAKARTA (20 Juni):  Pakar Hukum Tata Negara yang juga Sekretaris Mahkamah Partai NasDem Dr Atang Irawan SH, M.Hum menilai saksi-saksi yang dihadirkan kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) tak relevan dengan alat bukti yang dihadirkan. 

Seharusnya kubu Prbaowo menghadirkan saksi yang lebih profesional.

 

"Kalau saksi hanya menjelaskan secara retorika, maka enggak perlu saksi faktual ini. Kan ada porsinya, nanti saja di saksi ahli," ujar Atang, di Jakarta, Kamis (20/6).

 

Lebih jauh Atang menyebut dalam persidangan saksi yang dihadirkan pemohon memberikan fakta yang tidak kuat. Bahkan terkesan direkayasa, sehingga menimbulkan banyak spekulasi di masyarakat luas.

"Apa yang dipaparkan para saksi pemohon sulit untuk mencari celah terjadinya TSM (terstruktur, sistematis, masif), apalagi TSM ini harus dibuktikan secara kumulatif dengan dilengakpi alat bukti yang falid dan reasonable dengan keterangan saksi," papar Atang.

Ditambahkannya, TSM ini harus berbanding lurus dengan posisi kehilangan suara atau pergeseran suara. 

"Misalnya jika saja terstruktur itu dimaknai ASN (aparatur sipil negara) melakukan kampanye di suatu TPS (tempat pemungutan suara) tertentu namun tidak berimplikasi pada perolehan suara, maka terstruktur yang dimaksud tidak dapat mempengaruhi pandangan hakim," terangnya.

Selain itu, jelas Atang lagi, harus dalam perencanaan yang matang dan rapih yang dapat dibuktikan misalnya terkait dengan dokumen perencanaan keterlibatan ASN, kemudian yang paling menyulitkan bahwa pelanggraan ini harus ditemukan di banyak  TPS, setidak-tidaknya 50 persen.

"Berdasarkan keterangan saksi yang sudah disampaikan di MK, terlihat bahwa ini adalah ketidakseriusan dalam menunjukkan kualifikasi TSM, sehingga dapat dipastikan MK tidak akan mengabulkan permohonan yang mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan TSM," jelas Atang.

Mantan caleg DPR RI Dapil Jawa Barat II ini mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) yang sabar menuruti kemauan pemohon. Terutama, membuka persidangan agar bisa dilihat khalayak.

 

Keterbukaan ini dinilai Atang sebagai elemen penting berdemokrasi. Terutama membuka mata masyarakat terkait fakta propaganda politik.

 

"Jadi mereka tahu bahwa yang dituduhkan itu hanya isu, bukan kenyataan," beber Atang.

 

Oleh karena itu Atang berharap persidangan yang difasilitasi MK benar-benar membuka mata masyarakat, sehingga dapat menepis isu miring terkait demokrasi yang dikangkangi otoritarian.

 

Lebih penting lagi, rampungnya sidang di MK juga menyelesaikan friksi terkait pemilihan presiden. Semua pihak diharapkan akur kembali seiring penyelesaian sengketa pilpres.

 

"Kalau MK sudah memutuskan ini ya kita harus menerima, karena konstruksi konstitusional MK merupakan lembaga terakhir, sehingga apa pun hasilnya itu yang terbaik bagi bangsa," pungkas Atang. (Medcom/*)

Add Comment